Maraknya penyalahgunaan obat keras baik psikotropika maupun narkotika menjadi masalah nasional yang serius. Kasus
penyalahgunaan ini tidak terbatas
pada golongan usia tertentu melainkan telah masuk ke masyarakat dengan berbagai golongan usia dan tingkat sosial ekonomi. Saat ini yang banyak ditemukan adalah penyalahgunaan obat keras
golongan obat-obat tertentu
dibandingkan dengan psikotropika dan narkotika. Penyalahgunaan obat
keras golongan obat-obat tertentu ini bukan tanpa sebab, karena jika
dibandingkan dengan obat golongan psikotropika dan narkotika, obat keras ini cenderung lebih murah harganya. Berdasarkan kasus tersebut timbul sebuah pertanyaan,
dimana atau apa peran Badan POM dalam penanganan kasus penyalahgunaan obat tersebut? Padahal Badan POM merupakan sebuah instansi
penting yang
seharusnya melakukan pengamanan mutu obat dan mencegah terjadinya
penyalahgunaan, tapi seperti tidak melakukan aksi yang memberikan dampak yang signifikan.
Obat-obat keras yang sering disalahgunakan menurut
Peraturan Badan POM No.10 tahun 2019
diantaranya triheksifenidil, tramadol, dekstrometorfan, klorpromazin,
amitriptilin, dan haloperidol. Obat
tersebut
merupakan obat
yang
bekerja di sistem susunan saraf pusat yang
pada penggunaan di atas dosis terapi
dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan yang khas pada aktivitas
mental dan perilaku. Sebagai contoh obat triheksifenidil yang merupakan obat untuk
penyakit Parkinson, jika dikonsumsi tidak sesuai dosis terapi maka dapat menyebabkan timbulnya halusinasi, paranoia, delusi, euphoria, gangguan tidur dan sebagainya. Tentunya efek samping ini akan berbeda-beda pada tiap individu
karena terkait dengan kondisi fisiologis dari masing-masing individu. Obat-obat
tersebut dapat diperoleh dari sarana distribusi dan pelayanan resmi, misalnya
apotek, puskesmas dan rumah sakit dengan berdasarkan resep dokter.
Pada bulan September lalu, di Yogyakarta ditemukan pabrik obat ilegal
yang memproduksi pil hexymer, dekstrometorphan dan double L. Obat-obat ini
merupakan obat keras golongan
obat-obat tertentu yang
sering
disalahgunakan.
Obat yang
diproduksipun dalam jumlah besar. Sebuah pertanyaan besar muncul
kembali,
dimana peran Badan POM pada kasus ini? Apakah tidak ada tindakan pencegahan sehingga kasus tersebut tidak perlu terjadi?
Sebuah industri farmasi yang memproduksi obat harus mampu memproduksi obat sesuai dengan kaidah CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik). Jika sebuah industri farmasi berjalan tanpa memenuhi kaidah-kaidah tersebut dapat dipastikan obat yang diproduksi tidak dapat dijamin kualitasnya. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik menjelaskan bahwa CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Produk jadi obat tidaklah cukup hanya sekadar lulus dari serangkaian pengujian tetapi yang lebih penting adalah mutu obat harus dibentuk kedalam produk obat tersebut. Hal ini berkaitan dengan tujuan obat dibuat yaitu untuk menyelamatkan jiwa atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Sedangkan untuk membentuk mutu obat yang baik dimulai dari serangkaian proses yaitu pemilihan bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat dalam proses tersebut. Masing-masing proses memiliki syarat-syarat tertentu yang wajib untuk dipenuhi. Obat hasil produksi pabrik ilegal tidak dapat dipastikan apakah kandungan zat aktifnya sesuai dengan klaim di labelnya, jika sesuai pun tidak dapat dipastikan apakah kandungannya konsisten untuk satu batch produksinya. Apakah bangunan pabrik layak digunakan untuk proses produksi obat atau apakah personil yang terlibat dalam proses tersebut kompeten dibidangnya. Apabila obat tersebut dikonsumsi maka efeknya akan sangat berbahaya bagi kesehatan pemakainya. Sebagai produsen, industri farmasi harus bertanggung jawab terhadap mutu obat yang diproduksi sesuai dengan izin edar yang telah disetujui dengan menerapkan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) secara menyeluruh dan konsisten.
Dari kasus-kasus di atas, dapat disimpulkan pentingnya peran Badan POM dalam mewujudkan Obat dan Makanan aman, bermutu, dan berdaya saing untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
Beberapa peran penting Badan POM dalam
melakukan pengamanan komoditas obat adalah :
1. Melakukan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi terhadap
masyarakat dari kelompok usia anak-anak hingga kelompok usia muda
terkait bahaya penyalahgunaan obat keras, narkotika dan psikotropika.
2. Melakukan pengujian obat berdasarkan hasil sampling post market untuk memastikan konsistensi mutu obat.
3. Melakukan pengawasan sarana produksi obat untuk memastikan proses produksi obat dilakukan sesuai kaidah CPOB secara konsisten.
4. Melakukan pengawasan sarana distribusi dan pelayanan obat.
Pengawasan pada sarana distribusi obat meliputi proses pengadaan obat hingga proses pendistribusian sesuai dengan kaidah CDOB (Cara Distribusi Obat Yang Baik). Pada sarana pelayanan Badan POM memastikan obat keras yang diserahkan ke konsumen berdasarkan resep dokter. Badan POM melakukan pengawasan produk obat yang didistribusikan baik secara luring maupun daring. Pengawasan produk obat secara daring dilakukan berdasarkan Peraturan Badan POM No.
8 tahun 2020 tentang
Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan
secara Daring sebagaimana diubah dengan Peraturan Badan POM No.
32 Tahun 2020 tentang
perubahan atas peraturan badan pengawas obat dan makanan No. 8 tahun 2020 tentang pengawasan obat dan makanan yang diedarkan secara daring.
5. Mendukung aksi P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika), Badan POM RI bersama Kepolisian dan BNN serta instansi terkait lainnya telah sepakat untuk berkomitmen membentuk suatu tim Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat yang akan bekerja tidak hanya pada aspek penindakan, namun juga pada aspek pencegahan penyalahgunaan obat.
Tentunya Badan POM tidak dapat mewujudkan cita-cita tersebut tanpa adanya, peran aktif dari instansi pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat.
BBPOM di Yogyakarta