INFORMASI OBAT DAN MAKANAN

menu

Friday 18 February 2022

KOORDINASI DAN SINERGISME PEMBINAAN DAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DI KABUPATEN BANTUL

 

    Kepala Balai Besar POM di Yogyakarta pada hari Jumat tanggal 7 Mei 2021 melakukan audiensi dengan Bupati Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertempat di ruang …, Kabupaten Bantul. Audiensi dilakukan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergisme efektifitas pembinaan dan pengawasan Obat dan Makanan antara Balai Besar POM di Yogyakarta dengan  Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. Dalam audiensi tersebut, Dra. Dewi Prawitasari, Apt., M.Kes memperkenalkan diri sebagai Kepala Balai Besar POM di Yogyakarta yang baru dan menyampaikan paparan terkait hasil pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Kabupaten Bantul Tahun 2020 – 2021, program pembinaan dan pengawasan Obat dan Makanan yang dapat disinergikan dengan program Pemda Kabupaten Bantul, serta monitoring dan evaluasi tindak lanjut pengawasan Obat dan Makanan.

    Kepala Balai Besar POM di Yogyakarta pada kesempatan tersebut menyampai kan juga hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Kabupaten Bantul dengan tujuan untuk menumbuhkan komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam rangka mengembangkan program pembinaan dan pengawasan Obat dan Makanan, serta meningkatkan koordinasi secara sinergis dan kontinu antar instansi dalam pengawasan obat dan makanan.

    Selain menyampaikan koordinasi dan sinergisme,  mengharapkan dukungan dan kerjasama dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam rangka melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat serta untuk memperkuat daya saing produk UMKM pangan di wilayah Kabupaten Bantul bersama dengan lintas sektor terkait secara optimal.

Thursday 17 February 2022

Frozen Food , Peluang UMKM dan Pelayanan Badan POM

 

        Beberapa saat yang lalu terdapat  berita melalui media sosial tentang curhatan seorang warganet yang membagikan kisahnya berhadapan dengan pihak berwajib terkait dengan kegiatan usahanya berupa produk olahan beku (frozen food) yang mendapatkan masalah hukum karena belum memiliki izin edar.  Warganet itu pun langsung memberikan notifikasi kepada rekan-rekannya sesama pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar berhati-hati terutama mengedarkan produk makanan yang belum memiliki izin edar agar tidak mendapatkan urusan hukum seperti apa yang dia alami. Masalah ini pun kemudian menjadi viral di jagad maya.

            Selama pandemi Covid-19 berlangsung dan banyaknya kegiatan sekolah amupun perkantoran yang dilakukan dari rumah, telah membuat peta pergerseran pola konsumsi di Indonesia. Permintaan akan produk olahan siap saji dalam bentuk beku, yang lebih memudahkan dan dapat disimpan serta dikonsumsi sewaktu-waktu meningkat pesat, sehingga menjadi peluang bisnis yang menggiurkan.

            Sebenarnya apa produk olahan beku itu? Produk olahan beku (frozen food) merupakan pangan olahan yang diproduksi dengan menggunakan proses pembekuan dan dipertahankan tetap beku pada suhu -180C sepanjang rantai distribusi dan penyimpanannya. Beberapa diantaranya yang sering kita kenal seperti nugget, bakso, sosis maupun es krim. Proses penyimpanan pangan olahan pada suhu beku (-180C) merupakan salah satu metode memperpanjang masa simpan produk dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba, reaksi enzimatis dan kimiawi sehingga produk tetap aman dan bermutu dan untuk mempertahankan rantai dingin tersebut, harus memenuhi Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CPerPOB).

            Lalu mengapa produk olahan itu harus memiliki izin edar? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, disebutkan bahwa setiap pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperjualbelikan dalam kemasan eceran wajib memiliki izin edar dan berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, disebut sebagai Perizinan Berusaha. Namun, ada pangan olahan yang dikecualikadari kewajiban memiliki izin edar dari Badan POM yaitu pangan olahan dengan kriteria memiliki masa simpan/kedaluarsa kurang dari 7 (tujuh), digunakan sebagai bahan baku pangan  dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir, dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil sesuai permintaan konsumen dan yang terakhir adalah      pangan olahan siap saji. Selain izin edar dari BPOM ada pula izin edar yang diterbitkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yaitu P-IRT dengan jenis pangan sesuai Peraturan Badan POM Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. 

            Kapankah produk olahan beku dan siap saji wajib memiliki izin edar? Pangan olahan beku dan pangan olahan siap saji yang disimpan beku dengan masa simpan 7 (tujuh) hari atau lebih dan diproduksi secara masal wajib memiliki izin edar dari Badan POM bukan dari pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan pangan olahan siap saji yang disimpan sementara pada suhu beku selama pendistribusian dengan masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari dan diproduksi berdasarkan pesanan (by order) tidak wajib memiliki izin edar baik dari Badan POM maupun dari pemerintah daerah kabupaten/kota. Jadi, seperti kejadian yang dialami oleh warganet di atas, bila usahanya hanya berdasarkan pesanan dan tidak diproduksi masal maka belum wajib untuk memiliki izin edar, namun jika memiliki izin edar tentu akan lebih baik karena ada banyak keuntungan dengan memiliki izin edar diantaranya memungkinkan untuk usahanya dapat berkembang lebih luas lagi.

           Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah termasuk Badan POM mengedepankan pembinaan dalam rangka mendukung kemudahan berusaha kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta secara rutin dan proaktif terus melakukan pendampingan dan sosialisasi tentang proses sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dan registrasi pangan olahan. Untuk Wilayah Daeah Istimewa Yogyakarta, petugas dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta siap untuk melakukan pendampingan bagi para pelaku UMKM. 

           Kemudian, bagaimana mendapatkan dan mengakses informasi lebih lanjut apabila ada hal- hal yang kurang jelas atau perlu ditanyakan lebih lanjut untuk masyarakat dan pelaku usaha UMKM?  Segala bentuk pertanyaan dan informasi terkait dapat diperoleh sebagai                    berikut :

1.    Cara memperoleh izin edar pangan lahan melalui laman Aplikasi Rumah Informasi Registrasi Pangan Olahan Badan POM http://registrasipangan.pom.go.id/rumahRPO

2.    Tata cara sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) melalui laman http://wasprodpangan.pom.go.id

3.    Informasi terkait produk P-IRT melalui laman Istana UMKM http://istanaumkm.pom.go.id dan http://sppirt.pom.go.id

4.    Informasi terkait regulasi pangan olahan melalui laman https://standarpangan.pom.go.id

5.    Menghubungi Balai POM terdekat, untuk wilayah DIY dapat melalui laman BBPOM di Yogyakarta https://bbpom-yogya.pom.go.id , twitter @BPOM_Yogya , instagram bbpom_yogyakarta , WA 08112543633 dan telepon (0274)552250.

Lisana Fajarwati – BBPOM di Yogyakarta



Friday 11 February 2022

KEMUDAHAN PERIZINAN BERUSAHA PADA MASA PANDEMI COVID-19 BAGI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH BIDANG PANGAN DIPRROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

 A.  PENDAHULUAN

      

  COVID-19 yang bermula dari Wuhan, Cina, mulai menyebar ke negara-negara lain yang menimbulkan pandemi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MenKes/413/2020, virus ini menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Indonesia resmi menyatakan terkena pandemi pada 2 Maret 2020 (Pranita, 2020; WHO, 2020). Berbagai kebijakan dikeluarkan pemerintah untuk menekan penularan dengan cara physical distancing, salah satunya melalui work from home. Pemerintah secara resmi menerbitkan peraturan penanganan COVID-19, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahuan 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

Pandemi COVID-19 menyebabkan pelemahan perekonomian yang pada akhirnya berdampak ke rumah tangga, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), korporasi, dan sektor keuangan lainnya. Ancaman pada rumah tangga berupa gangguan kesehatan karena terinfeksi Covid-19 bahkan ancaman jiwa, Selain itu, terdapat ancaman kehilangan pendapatan, tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya terutama rumah tangga miskin dan rentan serta sektor informal dan terjadinya penurunan daya beli masyarakat dan konsumsi. Disrupsi ekonomi yang melanda, mengancam terjadinya penambahan jutaan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Untuk sektor usaha, dampak pandemic COVID-19 khususnya bagi UMKM adalah tidak dapat melakukan kegiatan usahanya baik terkait keterbatasan modal, produksi, distribusi maupun pemasaran.

Permasalahan utama UMKM  menurunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada menurunnya pendapatan, hambatan distribusi yang disebabkan  adanya kebijakan Pemerintah terkait pembatasan mobilitas; sulitnya UMKM mengakses permodalan, kesulitan untuk mendapatkan bahan baku; kompetensi SDM,  dan legalitas produk dalam rangka meningkatkan nilai jual produk. Terhadap permasalahan tersebut Badan POM perlu menerbitkan kebijakan dalam rangka memberikan fasilitasi kemudahan berusaha  sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan  khususnya dalam mendukung ketersediaan produk berkualitas dan bermutu untuk membangun masyarakat Indonesia sehat serta mendorong peningkatan daya saing produk agar perekonomian Indonesia dapat segera bangkit.


B. KEBIJAKAN BPOM UNTUK MEMFASILITASI UMKM DALAM RANGKA MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK


Keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih besar mengingat jumlahnya yang sangat besar. UMKM juga dipandang sebagai jaring pengaman sosial dan memberdayakan serta mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Mikro bulan Maret 2021, jumlah usaha Mikro yang ada sebanyak 64,2 juta dengan kontribusi terhadap produk domestic bruto sebesar 61,7 persen atau senilaia Rp8.573,89 triliun. UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja, serta dapat menghimpun sampai dengan 60,42 Persen dari total investasi di Indonesia.  Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk menumbuhkan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha bagi UMKM sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Hal ini untuk mendukung agenda Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.

Berbagai upaya dan program yang telah diinisiasi oleh pemerintah perlu diperkuat dan didukung oleh berbagai pihak, termasuk Badan POM  agar dapat  memberikan manfaat yang optimal bagi UMKM. Upaya yang dilakukan Badan POM sejalan dengan misi kedua yaitu memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha Obat dan Makanan dengan keberpihakan terhadap UMKM dalam rangka membangun struktur ekonomi yang produktif dan berdaya saing untuk kemandirian bangsa. Dukungan Badan POM tersebut antara ditujukan antara lain dalam rangka meningkatkan kemajuan dan daya saing UMKM.

Upaya Pemerintah dalam rangka melindungi masyarakat Indonesia dari dampak pandemi COVID-19 selain dengan vaksinasi juga diikuti upaya lain untuk mencegah, mengelola atau memperbaiki dampak akibat pandemi tersebut, termasuk dampak dari sisi ekonomi. Terkait dengan permasalahan UMKM khususnya terkait dengan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, kompetensi SDM, dan legalitas produk dalam rangka meningkatkan nilai jual produk. Kemajuan dan daya saing UMKM secara tidak langsung dipengaruhi oleh dukungan regulatory sehingga Badan POM berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing yaitu melalui jaminan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu Obat dan Makanan melalui dukungan regulatory. Kebijakan tersebut antara lain dilaksanakan dalam bentuk kebijakan kemudahan berusaha, pendampingan pelaku UMKM baik  secara langsung maupun melalui para fasilitator/penyuluh Keamanan Pangan untuk terus meningkatkan kapasitas serta daya saing UMKM pangan, obat tradisional dan kosmetika. 

Untuk UMKM di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY, jumlah UMKM di DIY  mencapai 248.899 (dua ratus empat puluh delapan ribu delapan ratus sembilan puluh sembilan) UMKM. BB POM di Yogyakarta sejalan dengan kebijakan pusat, melakukan beberapa kegiatan pengawasan, pembinaan dan pendampingan terhadap sarana produksi pangan UMKM untuk meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan, pendampingan dan sertifikasi pemenuhan Surat Keterangan Penerapan CPMB, fasilitasi bantuan uji UMKM dan pelayanan prima pendaftaran pangan untuk percepatan pelaku usaha dalam memperoleh izin edar.

Pada Tahun 2020 BB POM di Yogyakarta telah menindaklanjuti 138 (seratus tiga puluh delapan) permohonan dari 109 (seratus sembilan) sarana produksi pangan dalam rangka audit  untuk  pemenuhan  Cara  Produksi  Pangan  Olahan  yang  Baik  maupun penambahan  kategori  pangan.  Dari 109 (seratus sembilan) sarana  tersebut  sebanyak  93 (Sembilan puluh tiga) sarana sudah  memenuhi  persyaratan  CPPOB  dan  40  (empat puluh) sarana  diantaranya  merupakan UMKM  baru.  Adapun  pemenuhan  timeline  layanan  ini  mencapai  99.27  %. 

Untuk sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun  2020  BBPOM  di  Yogyakarta  melakukan kegiatan  bimbingan  teknis  dan pendampingan  terhadap  pelaku  usaha  obat  tradisional.  Pelaku usaha  obat tradisional yang sudah bersertifikat CPOTB  bertahap  sebanyak 42 (empat puluh dua) UMKM  dari  44 (empat puluh empat)  UMKM  di  wilayah  DIY  termasuk  diantaranya  19  (sembilan belas) UKOT  dan  4 (empat)  UMOT  yang  diperoleh  melalui  program  percepatan  sertifikasi  CPOTB  Bertahap  bekerjasama  dengan  Direktorat  Pengawasan  Obat  Tradisional  dan  Suplemen Kesehatan BPOM melalui program SIPEMANDU. 

Pada masa pandemi COVID-19, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta melakukan kegiatan yang disesuaikan dengan kebijakan Pemerintah terkait dengan penaggulangan COVID-19. Kegiatan masa pandemik COVID-19 selain dengan melakukan langkah pro-aktif dengan langkah jemput bola dengan pemeriksaan terhadap sarana produksi yang akan melakukan kegiatan produksi, antara lain berupa: bantuan untuk merancang denah bangunan industri kosmetik disesuaikan dengan kondisi/kemampuan pelaku usaha, namun tetap sesuai persyaratan CPKB, pendampingan terhadap pemenuhan persyaratan GMP sarana produksi pangan dan kosmetik, koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang data sarana PIRT yang siap naik kelas menuju MD, membuka pojok konsultasi pada kegiatan pameran yang melibatkan UMKM dan memotivasi UMKM untuk mendaftarkan produknya. 

Untuk mempercepat pelaksanaan pelayanan publik BBPOM di Yogyakarta pada masa pandemic COVID-19, BB POM di Yogyakarta memaksimalkan penggunaan inovasi pelayanan publik, yaitu:

a.   Aplikasi NEWKULINERKU OKE sebagai layanan tata kelola pendampingan UMKM kuliner secara digital oleh BBPOM di Yogyakarta yang berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah.

b.  Inovasi BERPENDAR (bersama pendampingan ijin edar), pendampingan kepada pelaku usaha UMKM yang akan mendaftarkan produknya ke Badan POM. Kegiatan ini bekerja sama dengan lintas sektor dan akademisi untuk mempermudah dan meringankan UMKM dalam pemenuhan persyaratan ijin edar.

c. Inovasi Hitung ING, untuk mempermudah pelaku UMKM dalam menghitung Informasi Nilai Gizi (ING) untuk pangan olahan  dengan benar, lebih mudah  dan cepat. Aplikasi hitung ING ini sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pencantuman Informasi Nilai Gizi yang Diproduksi oleh  Usaha Mikro dan Usaha Kecil.

Selain hal tersebut,bentuk tanggung jawab bersama anatara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,  BB POM di Yogyakarta juga terus bekerja sama untuk bersinergi dengan Pemerintah Daerah melalui pendampingan dan pemberian insentif yang memberikan kemudahan berusaha bagi UMKM. Upaya ini tentunya juga sangat sejalan dengan UU Cipta Kerja yang menjadi komitmen Pemerintah untuk meningkatkan daya saing UMKM melalui mekanisme percepatan perizinan. Penjaminan keamanan, mutu dan khasiat/manfaat Obat dan Makanan dilakukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya saing bangsa.

Beberapa hal yang perlu dipikirkan oleh pengambil kebijakan adalah terkait dengan biaya terkait pelayanan publik untuk pelaku UMKM. Hal ini mengingat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasisi Risiko, Perizinan Berusaha untuk UMKM termasuk kategori risiko rendah dan menengah rendah yang legalitas perizinannya berupa NIB atau NIB dan standar berupa pernyataan mandiri, sehingga lebih ditekankan pada pengawasan post market. Dengan demikian biaya evaluasi untuk registrasi dapat dipertimbangkan untuk dievaluasi Kembali. Selain itu terkait biaya sertifikasi untuk UMKM juga dapat dipertimbangkan kembali atau dapat bekerjasama dengan Kementerian UMKM/Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi biaya evaluasi/sertifikasi. Kebijakan ini dapat menjadi bentuk dukungan Badan POM untuk UMKM sekaligus dalam rangka meningkatkan daya saing  UMKM.

    KESIMPULAN

1.    BB POM di Yogyakarta telah melakukan inovasi dalam rangka memberikan kemudahan berusaha bagi pelaku UMKM di Yogyakarta untuk meningkatkan pelayanan publik agar lebih efektif dan efisien khususnya di masa pandemi COVID-19.

2.    Perlu deregulasi khususnya terkait dengan biaya evaluasi dan biaya sertifikasi perizinan berusaha bagi UMKM dengan melakukan revisi PP Nomor 32 Tahun 2017 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang berlaku di Badan Pengawas Obat dan Makanan.

    REFERENSI

Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK 01.02.105.05.20.234.5B Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Balai Besar Pom di Yogyakarta Tahun 2020-2024.

Laporan Tahunan 2020 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta,

Pranita, Ellyvon. 2020. “Umumkan Awal Maret, Ahli: Virus Corona Masuk Indonesia Dari Januari.” Kompas. https://www.kompas.com/sains/image/2020/05/11/130600623/diumumkan-awal-maret-ahli--virus-corona-masuk-indonesia-dari-januari?page=1 (February 20, 2021).

WHO. 2020. “Situation Report.” World Health Organization. https://www.who.int/docs/default-source/%0Acoronaviruse/situation-reports/20200302-sitrep-42-covid-19.%0Apdf?sfvrsn=224c1add_2.



Thursday 10 February 2022

MENDUKUNG BANGKITNYA EKONOMI MIKRO MELALUI PROGRAM PASAR AMAN BADAN POM MENUJU INDONESIA TANGGUH INDONESIA TUMBUH

 MENDUKUNG BANGKITNYA EKONOMI MIKRO MELALUI PROGRAM PASAR AMAN BADAN POM MENUJU INDONESIA TANGGUH INDONESIA TUMBUH

Oleh: Lisana Fajarwati, STP


Mendung menggelayut, rintik hujan masih bergulir tatkala beberapa petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tiba. Usaha ekonomi mikro di salah satu pasar terbesar dan tersibuk di Kabupaten Kulonprogo ini tampak sedang ramainya menjelang libur Natal dan tahun baru walaupun saat itu masih dalam suasana Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Tempat ini menjadi salah satu wilayah strategis pertemuan pedagang dan pembeli lintas provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kendaraan yang membawa petugas BPOM segera merapat dan mengambil posisi parkir yang strategis. Dengan body-nya yang gagah dan suara klakson yang merdu menggelegar, untuk sejenak mampu memancing perhatian civitas pasar, walau tak lama setelahnya mereka kembali melanjutkan aktivitasnya.


Para petugas dari berbagai fungsi pun segera bergegas menunaikan tugas, ditemani dengan suara rintik hujan yang tak akan pernah sedikitpun menyurutkan langkah meskipun berkejaran dengan deadline pekerjaan akhir  tahun intensifikasi pengawasan produk obat dan makanan jelang libur natal dan tahun baru tetap dilakukan.


Mereka segera bergegas ke pos kegiatan untuk mengkomunikasikan giat hari ini dengan Lurah Pasar, menyiapkan alat peraga untuk kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) untuk pedagang pasar dan penyiapan peralatan uji cepat hasil kegiatan sampling produk pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya.


Kegiatan intervensi pasar tradisional di wilayah DIY telah memasuki tahun ke delapan dan meskipun masih diterpa pandemi Covid-19 pemantauan terhadap keberadaan bahan berbahaya pada produk pangan tetap dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.


DIY adalah salah satu daerah di Indonesia yang masih mempertahankan pasar tradisional sebagai salah satu bentuk kearifan ekonomi lokal dimana tidak hanya transaksi bisnis saja yang terjadi, namun bagi masyarakat pedesaan, pasar juga merupakan sarana interaksi sosial yang akrab sebagai pola komunikasi antar individu. Menurut data BPS tahun 2019 ada sekitar 14 pusat perbelanjaan, 87 toko swalayan dan 357 pasar tradisional yang tersebar di wilayah DIY dan Kabupaten Gunung Kidul merupakan wilayah dengan jumlah pasar tradisional terbanyak di DIY.

        Gambar 1. Kegiatan Pasar Aman di Kabupaten Gunung Kidul


Dampak pandemi Covid-19 yang sangat terasa adalah sektor ekonomi yang ditandai dengan melemahnya konsumsi rumah tangga dan menurunnya daya beli masyarakat. Pemerintah terus menerus berupaya untuk memulihkan perekonomian salah satunya menghidupkan kembali aktivitas ekonomi skala mikro termasuk pasar tradisional yang sempat terhenti akibat PPKM. Sebagian besar pasar tradisional masih menggunakan cara tatap muka secara langsung antara penjual dan pembeli serta transaksi tunai yang dari kedua hal tersebut perlu mendapatkan perhatian. Kampanye untuk mematuhi protokol kesehatan serta contoh penerapan protokol kesehatan dalam berinteraksi dari petugas Badan POM saat bertugas menjadi salah satu upaya melindungi diri dan orang lain dari penyebaran Covid-19.


Badan POM memberi dukungan dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat melalui Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (Germas SAPA) yang diharapkan dapat menunjang usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu tugas fungsi yang terkait adalah melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan obat dan makanan yang bersinergi dengan salah satu kegiatan prioritas dalam bentuk pengawasan pasar aman dari bahan berbahaya.


Program pasar aman dari bahan berbahaya dilakukan dengan membentuk forum advokasi Pemerintah Daerah (Pemda) dan lintas sektor dengan tujuan menggalang komitmen Pemda sehingga kedepannya diharapkan melalui dana daerah dapat menyelenggarakan kegiatan ini secara mandiri. Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk petugas pasar pun diselenggarakan dengan maksud agar petugas pasar yang telah mengikuti bimtek dapat melakukan pengawasan, sampling serta pengujian cepat terhadap sampel pangan yang diduga mengandung 4 (empat) bahan berbahaya yaitu pewarna merah Rhodamin B, pewarna kuning Methanil Yellow, Formalin dan Boraks dengan menggunakan test kit yang telah disediakan.


                                            Gambar 2. Bimtek untuk Petugas Basar

Kegiatan pengawasan ini masih perlu dioptimalkan terutama mengantisipasi peredaran produk makanan yang berasal dari luar DIY yang berpotensi mengandung bahan berbahaya. Harapan ke depan tentu tidak hanya pasar tradisional di wilayah DIY yang bebas bahan berbahaya namun juga seluruh pasar tradisional yang mencapai 14.182 unit pasar tradisonal di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menjadi peluang sekaligus potensi besar dalam kampanye keamanan obat dan makanan.


Sampai dengan tahun 2020 di wilayah DIY telah dilakukan intervensi sebanyak 9 (sembilan) pasar dari 5 (lima) Kabupaten/Kota. Sasaran dari program KIE selama masih berlangsungnya pandemi memerlukan adanya inovasi agar target sasaran tercapai dan sekaligus meminimalisir berkumpulnya massa di satu tempat. Pemberian materi lebih banyak dilakukan dalam bentuk infografis yang menarik dan mudah dimengerti serta penyebarluasan informasi terkait Covid-19, cara pencegahan, cara protokol kesehatan yang benar, cara berjualan dan berbelanja yang aman di suasana pandemi.


Program KIE yang terkait untuk mewujudkan pasar aman yaitu dengan sosialisasi ritel pangan yang baik di pasar tradisional yang bertujuan untuk melatih konsumen cerdas dalam memilih produk obat dan pangan yang aman. Inovasi BPOM Menyapa (Melayani Semuanya Tanpa Pamrih) yang menjadi salah satu bentuk inovasi dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM di wilayah Yogyakarta. Salah satu tempat penyelenggaraan kegiatan tersebut adalah di pasar tradisional sebagai upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada masyarakat melalui pameran mini, layanan on the spot terkait infomasi dan pengaduan, layanan perizinan dan uji cepat produk pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya dengan uji test cepat. Kegiatan BPOM Menyapa menggandeng lintas sektor terkait yaitu petugas pasar, Dinas Kesehatan dan Pramuka Saka POM dengan harapan memperoleh hasil yang optimal.


Tiba-tiba terdengar suara dari announcer menyebar ke seluruh penjuru pasar menginformasikan bahwa sebentar lagi lagu kebangsaan akan diperdengarkan. Semua yang ada di tempat menghentikan sejenak setiap kegiatan dan berdiri, menghormat pada pertiwi. Haru, rasa itu satu tak ada lagi aku atau kamu namun yang ada adalah kita semua yang berpadu. Maka ketika telah usai menunaikan tugas dan potret kegiatan hari itu telah direkam, catatan tak sekedar hanya disimpan. Monitoring dan evaluasi mutlak diperlukan.


Hiduplah tanahku ... hiduplah negeriku ... semangat dan harapan yang tersirat melalui bait lagu kebangsaan untuk bangkit dari pandemi. Dalam kondisi apapun BPOM akan berfokus mewujudkan visi, menuntaskan misi, mengimplementasikan tugas, pokok dan fungsi dalam mengawal dan menjamin peredaran obat dan makanan yang aman di setiap pelosok negeri. Memupuk optimisme dan keyakinan, dengan sinergi kita mampu mewujudkan masyarakat sehat menuju Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh.

Daftar Pustaka

Laporan Tahunan BBPOM di Yogyakarta Tahun 2020 https://www.bps.go.id/indicator/173/1875/1/sebaran-pasar-dan-pusat- perdagangan-menurut-klasifikasi.html

Performance Report Pemprov DIY Tahun 2019 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/03/27/jumlah-pasar-tradisional- indonesia-mencapai-14-ribu-unit





Intervensi Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Masa Pandemi Covid-19, Pentingkah?

 Pendahuluan

BBPOM di Yogyakarta berkomitmen memberikan dukungan terhadap Visi Misi Presiden yaitu dalam upaya pencegahan penyakit tidak menular dan penurunan angka stunting. Pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (Germas SAPA) yang diinisiasi Badan POM sebagai penjabaran dari Instruksi Presiden No 1 tahun 2017 terkait Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Germas SAPA dilakukan melalui program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Aman, Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) dan Gerakan Pasar Aman (Paman).

Pangan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam UUD 1945, serta negara berkewajiban mewujudkan pemenuhan konsumsi pangan yang aman, bermutu, dan bergizi hingga perseorangan. Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang sangat penting untuk diperhatikan. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang akan menentukan kualitas suatu negara. Negara harus menjamin keamanan pangan yang mereka konsumsi agar mereka tumbuh menjadi generasi unggul.

            Pangan Jajanan berperan penting dalam pemenuhan asupan energi dan gizi anak usia sekolah, terdiri atas pangan siap saji, pangan olahan, serta buah potong. Bahaya mikrobiologi, fisik, maupun kimia sangat mungkin mencemari pangan jajanan karena praktik keamanan pangan yang buruk dan lingkungan yang tercemar. Oleh karena itu, pengawasan keamanan pangan jajanan dan juga pembinaan produsen, penjaja, serta konsumen harus dilakukan secara holistik agar terjamin keamanannya sejak diproduksi hingga dikonsumsi.

            Intervensi Keamanan Pangan Jajanan Anak usia Sekolah (PJAS) merupakan salah satu program strategis yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) generasi penerus bangsa. Intervensi PJAS dilakukan untuk membentuk sekolah dengan PJAS aman. Program Intervensi PJAS bertujuan untuk : 1) meningkatkan keamanan, mutu dan gizi PJAS lingkungan sekolah, 2) memperkuat kemitraan lintas sektor  di pusat dan daerah serta 3) memberdayakan komunitas sekolah dalam mengimplementasikan sistem manajemen keamanan pangan sekolah.


Salah satu elemen penting dalam kemandirian sekolah adalah komunitas sekolah (kepala sekolah, guru, komite sekolah, siswa, orangtua siswa, pedagang PJAS) yang berpartisipasi aktif dalam mewujudkan program keamanan pangan di sekolah termasuk mensosialisasikan secara aktif pesan keamanan pangan.  Komunitas sekolah dapat menjadi penggerak dalam implementasi keamanan pangan di sekolah. Indikator capaian program ini adalah meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas sekolah, menurunnya angka pangan jajanan anak sekolah yang mengandung bahan berbahaya, terwujudnya sekolah bersertifikat PJAS Aman Level 1/ Level 2/ Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah (PBKPKS) dan atau diraihnya prestasi di lomba sekolah pangan aman tingkat nasional.

Roadmap Program PJAS dilaksanakan dari tahun 2011-2014, dilanjutkan tahun 2017-2019, dan dilanjutkan kembali pada tahun 2020 sampai 2024. Pelaksanaan program keamanan pangan harus dilakukan secara berkelanjutan.  Berdasarkan hal  tersebut, perlu dilakukan pengawalan terhadap sekolah yang sudah diintervensi  untuk  memastikan keberlanjutan program ini di sekolah yang sudah diintervensi.

Program Intervensi Keamanan PJAS ini memerlukan keterlibatan lintas sektor baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat pada umumnya agar terlaksana secara terintegrasi dan  holistik. Tujuan utama intervensi keamanan PJAS yaitu menjamin keamanan pangan yang dikonsumsi anak usia sekolah serta memastikan anak usia sekolah khususnya, dan komunitas sekolah umumnya, memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku keamanan yang baik sehingga dapat melindungi dirinya dari pangan yang tidak aman yang membahayakan         kesehatan.

Tantangan pelaksanaan Program Intenvensi Keamanan PJAS di Indonesia antara lain belum efektif dan meluasnya kepedulian terhadap keamanan PJAS, belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi keamanan PJAS, belum optimalnya peningkatan kesadaran masyarakat dan sosialisasi terkait keamanan PJAS serta keterlibatan komunitas sekolah, belum efektifnya pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya dan sumber dana, serta terbatasnya kapasitas penyelenggara program.

            Kegiatan komunikasi Program Intervensi Keamanan PJAS oleh BBPOM di Yogyakarta meliputi Intervensi A, B dan C, Program Intervensi A meliputi advokasi lintas sektor, sosialisasi keamanan pangan, bimbingan teknis keamanan pangan untuk kader keamanan pangan sekolah, pemberian paket edukasi keamanan pangan PJAS, monitoring pemberdayaan keamanan pangan sekolah, sampling dan pengujian PJAS, sertifikasi sekolah dengan PJAS Aman dan pengawalan kegiatan PJAS. 

Keberhasilan Program Intervensi Keamanan PJAS di DIY dibuktikan dengan telah diraihnya sekolah yang bersertifikasi Piagam Bintang Keamanan Pangan Sekolah (PBKPKS) dan diraihnya sejumlah prestasi yang telah dicapai oleh sekolah-sekolah di DIY di tingkat nasional. Jumlah sekolah yang telah bersertifikasi PBKPKS sampai tahun 2021 sebanyak 57 sekolah berasal dari Kabupaten Sleman sebanyak 11 sekolah, Kabupaten Bantul sebanyak 25 sekolah, Kabupaten Gunungkidul sebanyak 6 sekolah dan Kota Yogyakarta sebanyak 15 sekolah. Prestasi yang telah diraih di tingkat nasional yaitu Juara I Lomba Kantin Sehat Badan POM tahun 2012 oleh SDN Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta, Juara 3 Lomba Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah Badan POM tahun 2014 oleh SD Muhammadiyah Kleco Yogyakarta, Juara I Lomba Sekolah Pangan Aman Badan POM tahun 2019 oleh SD Muhammadiyah Condong Catur Sleman dan Juara 3 Lomba Sekolah dengan Komitmen dan Inovatif Badan POM tahun 2020 oleh SDN Krapyak Wetan Bantul.

Jumlah sekolah yang telah diintervensi A, B dan C oleh BBPOM di Yogyakarta sejak tahun 2011 sampai 2020 adalah Kabupaten Sleman sebanyak 300 (58,71%) sekolah, Kabupaten Bantul sebanyak 262 (72,18%) sekolah, Kabupaten Gunungkidul sebanyak 452 (96,37%) sekolah Kabupaten Kulon Progo sebanyak 195 (57,69%) sekolah Kota Yogyakarta sebanyak 164 (100%) sekolah. BBPOM di Yogyakarta berkomitmen untuk terus mempertahankan keberhasilan Program Intervensi Keamanan PJAS ini meskipun pada masa Pandemi Covid-19.

Intervensi Keamanan Pangan PJAS di Masa Pandemi Covid-19

            Di masa pandemi ini, berdasarkan kebijakan Keputusan Bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada tahun ajaran dan tahun akademik baru di masa pandemik Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sekolah ditutup terutama pada daerah zona merah. Anak usia sekolah tidak lagi berada di sekolah, tetapi belajar dari rumah masing-masing. Oleh karena itu, telah dilakukan redefinisi dan perluasan cakupan terminologi pangan jajanan yang dikonsumsi anak sekolah. Sebelumnya PJAS diperoleh dari kantin sekolah maupun pedagang sekitar sekolah pada saat anak berada di sekolah. Sedangkan kini PJAS dapat diperoleh dari jalur distribusi PJAS yang dapat diakses oleh anak usia sekolah baik di sekolah, lingkungan sekitar sekolah, rumah tinggal, dan atau e-commerce serta sepanjang waktu, kapan pun anak usia sekolah (baik yang di sekolah maupun di rumah dan tempat lain) untuk   mendapatkan PJAS.

Penjaminan terhadap konsumsi pangan yang aman, bermutu dan bergizi bagi komunitas sekolah, terutama siswa, harus tetap menjadi prioritas.  Sasaran utama penyesuaian strategi tersebut dilakukan dengan meningkatkan kesadaran komunitas sekolah serta menggalang komitmen dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip keamanan pangan di sekolah untuk memastikan agar pangan jajanan anak usia sekolah terjamin keamanan pangannya.

Adanya Pandemi Covid-19 menyebabkan sejumlah perubahan pada Program Intervensi Keamanan PJAS yaitu pelaksanaan kegiatan yang semula dilaksanakan secara luring semua, karena adanya Pandemi Covid-19 sebagian kegiatan dilaksanakan secara daring. Pelaksanaan kegiatan secara daring menemui sejumlah kendala antara lain kendala sinyal yang tidak mendukung dan kejelasan materi yang kurang bisa diserap peserta secara maksimal.

 

Permasalahan Pangan Jajanan Anak Sekolah di Yogyakarta

Menurut Undang-Undang Pangan nomor 18/ 2012, Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat  mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pangan olahan yang diproduksi harus sesuai dengan cara pembuatan pangan olahan yang baik untuk menjamin mutu dan keamanannya. Selain itu pangan harus layak dikonsumsi yaitu tidak busuk, tidak menjijikkan, dan bermutu baik, serta bebas dari  cemaran biologi, kimia dan cemaran fisik.

Kondisi PJAS di DIY berdasar hasil pengawasan BBPOM di Yogyakarta pada tahun 2020, telah dilakukan sampling dan pengujian sampel PJAS dari Sekolah Dasar di wilayah kota/ kabupaten di DIY sejumlah 16 sampel. Hasil pengujian berdasarkan parameter kimia dan/ atau parameter mikrobiologi terhadap sampel PJAS sejumlah 16 sampel, menunjukkan bahwa terdapat 13 sampel MS (81,25%) dan 3 sampel TMS (18,75%). Sampel TMS terdiri 2 sampel TMS parameter mikrobilogi. Profil hasil pengujian PJAS ditampilkan pada Grafik 1

            Grafik 1. Profil Hasil Pengujian Sampel PJAS tahun 2020

           Berdasar hasil pengawasan BBPOM di Yogyakarta tahun 2020 masih terdapat PJAS yang tidak memenuhi syarat (TMS) untuk dikonsumsi, untuk itu masih perlu terus dilakukan kegiatan Program Intevensi Keamanan PJAS ke sekolah-sekolah di DIY. Kondisi PJAS masih berpotensi tercemar dari 3 bahaya 

    1. Pangan Jajanan Anak Sekolah Tercemar Bahaya Fisika

        Cemaran fisik adalah cemaran dalam pangan disebabkan oleh benda-benda asing yang terdapat dalam pangan.  Contoh rambut, kerikil, potongan serangga, staples.  Cemaran fisik bisa menjadi cemaran mikrobiologi jika benda-benda tadi membawa mikroorganisma penyebab penyakit. Benda benda ini jika termakan dapat menyebabkan luka, seperti gigi patah, melukai kerongkongan dan perut. Benda tersebut berbahaya karena dapat melukai dan atau menutup jalan nafas dan pencernaan. Cara pencegahan cemaran fisik adalah dengan memperhatikan dengan seksama kondisi pangan yang akan dikonsumsi.

    2. Pangan Jajanan Anak Sekolah Tercemar Bahaya Kimia

Merupakan bahan kimia yang tidak diperbolehkan untuk digunakan dalam pangan. Efek terhadap kesehatan timbul setelah terakumulasi di dalam tubuh sehingga gejala penyakit baru muncul beberapa tahun kemudian.  Umumnya penyakit yang penyembuhannya lebih sulit misalnya kanker, gagal ginjal, kerusakan organ hati dan lain-lain.Cemaran kimia masuk ke dalam pangan secara sengaja maupun tidak sengaja dan dapat menimbulkan bahaya. Contohnya antara lain;  Racun alami, contoh racun jamur, singkong beracun, racun ikan buntal, dan racun alami pada jengkol, sedangkan cemaran bahan kimia dari lingkungan, contohnya: limbah industri, asap kendaraan bermotor, sisa pestisida pada buah dan sayur, deterjen, cat pada peralatan masak, minum dan makan, dan logam berat, penggunaan Bahan Tambahan Pangan/BTP yang melebihi takaran yang diperbolehkan, seperti pemanis buatan, pengawet yang melebihi batas, penggunaan bahan berbahaya yang dilarang pada pangan, seperti Boraks, Formalin, Rhodamin B, Methanil Yellow.

Cara pencegahan cemaran kimia adalah dengan selalu memilih bahan pangan yang baik untuk dimasak atau dikonsumsi langsung, mencuci sayuran dan buah-buahan dengan bersih sebelum diolah atau dimakan, menggunakan air bersih (tidak tercemar) untuk menangani dan mengolah pangan, tidak menggunakan bahan tambahan (pewarna, pengawet, dan lain-lain) yang dilarang digunakan untuk pangan, menggunakan Bahan Tambahan Pangan yang dibutuhkan seperlunya dan tidak melebihi takaran yang diijinkan, Tidak menggunakan alat masak atau wadah yang dilapisi logam berat, tidak menggunakan peralatan/pengemas yang bukan untuk pangan, tidak menggunakan pengemas bekas, kertas koran untuk membungkus pangan,  Jangan menggunakan wadah styrofoam atau plastik kresek (non food grade) untuk mewadahi pangan terutama pangan siap santap yang panas, berlemak, dan asam karena berpeluang terjadi perpindahan komponen kimia dari wadah ke pangan (migrasi)

     3. Pangan Jajanan Anak Sekolah Tercemar Bahaya Biologi

Cemaran biologi adalah cemaran yang disebabkan oleh mikroorganisma yaitu bakteri, virus, protozoa, jamur.   Biasanya terjadi karena proses pengolahan yang belum menjaga kebersihan atau terjadi kontaminasi silang.  Efek terhadap keseahatan timbul dalam jangka pendek, hitungan jam atu hari dengan gejala berupa mula, muntah, pusing, skit perut diare, deman.

Pertumbuhan mikroba ini bisa menyebabkan pangan menjadi busuk sehingga tidak layak untuk dimakan dan menyebabkan keracunan pada manusia bahkan kematian.Faktor yang membuat bakteri tumbuh: pangan berprotein tinggi, kondisi hangat (suhu 40°- 60°C), kadar air, tingkat keasaman, waktu penyimpanan. Cara pencegahan cemaran biologi, yaitu dengan membeli bahan mentah dan pangan di tempat yang bersih, dari penjual yang sehat dan bersih. Jika memilih makanan yang telah dimasak, maka pilih yang dipajang, disimpan dan disajikan dengan baik, kemasan tidak rusak, tidak basi (tekstur lunak, bau tidak menyimpang seperti bau asam atau busuk).

    Kesimpulan

1.   Intervensi Keamanan Program PJAS penting dilaksanakan meskipun di masa Pandemi Covid-19, yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian komunitas sekolah dalam menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan Jajanan Anak Usia Sekolah yang dikonsumsi dalam kondisi aman, bermutu dan bergizi.


2.   Adanya Pandemi Covid-19 menyebabkan adanya perubahan definisi PJAS, yang semula adalah jajanan yang diperoleh dari kantin sekolah maupun pedagang sekitar sekolah pada saat anak berada di sekolah, menjadi jajanan dapat diperoleh dari jalur distribusi PJAS yang dapat diakses oleh anak usia sekolah baik di sekolah, lingkungan sekitar sekolah, rumah tinggal, dan atau e-commerce serta sepanjang waktu, kapan pun anak usia sekolah (baik yang di sekolah maupun di rumah dan tempat lain) untuk   mendapatkan PJAS. Dengan lingkup yang demikian luas, maka dibutuhkan kreativitas yang lebih agar intervensi dan pengawasan PJAS dapat berjalan dengan baik.

3.   Untuk memantau jajanan dan kesehatan anak-anak selama masa Pandemi Covid-19, petugas yang berwenang dan sekolah dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti sosialisasi keamanan pangan secara daring melalui zoom meeting, kuliah whatshap, kuliah telegram dan lain-lain, bimtek komunitas sekolah, membuat menu bergizi, membuat pesan-pesan keamanan pangan melalui twibon, e banner, e book dan lain-lain.

Daftar Pustaka

1.  Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2.  Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan

3.  Juknis Pelaksanaan Program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Era New Normal tahun 2021; Badan POM

4. Laporan Pelaksanaan Program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) tahun 2020; BBPOM di Yogyakarta

5. Kerangka Acuan Kerja (KAK) Sosialisasi Keamanan Pangan Program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) tahun 2021; Badan POM