Ingin
tampil cantik...? Tentu saja. Ya, setiap wanita pasti menginginkan untuk
senantiasa tampil cantik. Berbagai upaya dilakukan, termasuk menggunakan
kosmetik yang dianggap mendukung penampilan. Kadang, tak cukup menggunakan
kosmetik yang yang sudah ada di dalam negeri, beberapa wanita rela merogoh
kocek lebih untuk mendatangkan sendiri produk kosmetik dari luar negeri.
Alasan
produk kosmetik impor lebih berkualitas, tidak ada produk sejenis di dalam
negeri atau alasan gengsi adalah beberapa alasan yang disampaikan. Caranya,
pesan pada saudara yang kebetulan di luar negeri untuk mengirim ke Indonesia
via post atau belanja online yang
saat ini marak sebagai gaya hidup sebagian masyarakat. Namun, alih-alih
mendapat produk kosmetik yang dianggap lebih berkelas, produk kosmetik yang
sudah dibayar dan sudah tiba di Indonesia, ditahan bea cukai dan tidak bisa
diambil untuk digunakan.
Beberapa
waktu yang lalu konsumen datang ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Yogyakarta membawa surat Penegahan
Kiriman Pos yang dikeluarkan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Yogyakarta. Surat Penegahan Kiriman Pos tersebut dikeluarkan sehubungan dengan
kiriman pos sejumlah 13 pcs kosmetik dari luar negeri. Alasan penegahan karena
pemasukannya memerlukan izin Badan POM (BPOM) sesuai Peraturan Kepala Badan POM
No 12 Tahun 2015. Ada lagi kasus yang berbeda, produk kosmetik sejumlah 63 pcs
yang dibawa konsumen yang baru datang dari luar negeri ditahan oleh Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Yogyakarta. Sebagian besar konsumen yang
datang ke BBPOM di Yogyakarta umumnya tidak mengetahui tentang aturan pemasukan
produk kosmetik dari luar negeri. Kecewa, setelah mengetahui bahwa tidak ada
mekanisme ijin pemasukan kosmetik untuk penggunaan sendiri/pribadi.
Aturan Impor
Bagaimana
aturan tentang importasi produk kosmetik? Artikel ini akan mengulas dengan
tuntas. Peraturan Kepala Badan POM No 12 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan
Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia menyatakan bahwa obat dan
makanan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan untuk
diperjualbelikan adalah Obat dan Makanan yang telah memiliki izin edar dan
Surat Keterangan Impor (SKI). Yang dimaksud izin edar kosmetik adalah
notifikasi kosmetik. Dalam kaitannya dengan produk impor, nomor notifikasi
kosmetik diberikan oleh BPOM untuk produk kosmetik impor yang diproduksi oleh
pabrik kosmetika di negara asal yang telah menerapkan Cara Produksi Kosmetik
yang Baik (CPKB) sesuai dengan bentuk sediaan yang akan dinotifikasikan,
sertifikat atau surat keterangan CPKB dikeluarkan oleh pejabat pemerintah yang
berwenang atau lembaga yang diakui di negara asal. Selain pabrik asal telah
menerapkan CPKB, produk kosmetik tersebut juga bebas jual di negara asal
dibuktikan dengan Certificate of Free
Sale (CFS). Dalam proses notifikasi kosmetik, BPOM akan melakukan penilaian
keamanan bahan baku dan produk jadi serta penilaian mutu formula, spesifikasi
dan stabilitas produk berdasarkan evaluasi dokumen. Selain itu, importir harus
mempunyai Daftar Informasi Produk (DIP), menyimpan DIP dan menunjukkan DIP bila
sewaktu-waktu diperiksa/diaudit oleh BPOM. DIP berisi data mengenai mutu,
keamanan dan kemanfaatan produk kosmetik. Produk kosmetik yang sudah mempunyai izin
edar berupa notifikasi kosmetik dapat dimasukkan oleh importir kosmetik ke
dalam wilayah Indonesia setelah mendapatkan SKI.
Lalu,
bagaimana dengan aturan pemasukan produk kosmetik dari luar negeri yang tidak
ditujukan untuk diedarkan atau diperjualbelikan? Peraturan Kepala BPOM No 39
tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Publik di Lingkungan BPOM, BPOM
mengeluarkan ijin Spesial Access Scheme
(SAS) untuk pemasukan obat, obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
ke dalam wilayah Indonesia melalui mekanisme jalur khusus untuk tujuan
penelitian termasuk uji klinik, pengembangan produk, sampel registrasi,
bantuan/hibah/donasi, pameran dan penggunaan sendiri/pribadi (kecuali
kosmetik). Terkait produk kosmetik untuk penggunaan khusus, kosmetik dari luar
negeri diijinkan masuk ke Indonesia hanya untuk penggunaan tertentu yaitu dalam
rangka untuk sampel registrasi, riset dan pameran, apabila memenuhi persyaratan
dokumen administratif dan dokumen teknis yang ditetapkan BPOM. Misalnya,
adanya protokol penelitian atau
pengembangan produk untuk tujuan riset yang berkaitan dengan kosmetik, atau
adanya surat dukungan penyelenggara pameran apabila kosmetik impor ditujukan untuk pameran.
Di
dalam Peraturan Kepala Badan POM No 39 tahun 2013 tersebut, tidak diatur
mekanisme permohonan pemasukan kosmetik untuk penggunaan sendiri/pribadi
sehingga produk kosmetik yang ditegah oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Yogyakarta tidak bisa dikeluarkan untuk digunakan. Dengan kata lain,
tidak diijinkan memasukkan kosmetik impor ke Indonesia melalui pos, jasa
ekspedisi ataupun tentengan untuk penggunaan sendiri/pribadi. Termasuk dalam
hal ini kasus yang dialami konsumen yang datang ke ULPK BBPOM di Yogyakarta di
awal artikel ini.
Melindungi Masyarakat
Mengapa
pemerintah dalam hal ini BPOM sedemikian ketat menerapkan aturan tidak
mengeluarkan ijin Spesial Access Scheme
(SAS) untuk pemasukan kosmetik dengan tujuan pemakaian sendiri/pribadi? Alasan
pertama, dapat dipahami sebagai bentuk upaya melindungi masyarakat dari
penggunaan kosmetik yang tidak aman terutama produk yang dari luar negeri.
Kedua, sebagai upaya pemerintah untuk mendukung produk kosmetik dalam negeri
terutama saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016
ini. Apabila impor kosmetik untuk keperluan sendiri tidak dibatasi, maka bisa
dibayangkan banyak sekali kiriman produk kosmetik dari luar negeri yang masuk
ke Indonesia yang menjadikan produk kosmetik lokal kurang berkembang di negeri
sendiri.
Jadi,
apabila konsumen ingin menggunakan produk kosmetik impor, maka bisa menggunakan
produk impor yang sudah mempunyai nomor notifikasi kosmetik yang berarti bahwa
produk kosmetik impor tersebut telah melalui proses pendaftaran di BPOM. Atau,
lebih bijak konsumen menggunakan produk kosmetik dalam negeri sehingga turut
memajukan produk bangsa sendiri.
Terkait
penjualan produk illegal melalui situs internet yang
semakin marak, termasuk produk kosmetik, konsumen harus waspada apabila akan
belanja online. Penertiban peredaran
produk illegal yang dipasarkan secara online
menjadi salah satu fokus pengawasan BPOM. Operasi Pangea merupakan
operasi tingkat Internasional yang bertujuan memberantas penjualan produk
ilegal termasuk palsu yang diedarkan secara online.
Badan POM telah aktif bergabung sejak Operasi Pangea IV tahun 2011.
Dalam
operasi Pangea VIII tahun 2015, ditemukan sebanyak 293 situs internet
teridentifikasi menjual obat dan alat kesehatan ilegal dengan rincian 216 situs
internet menjual obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetika
ilegal termasuk palsu, 26 situs internet menjual obat yang disalahgunakan
sebagai penggugur kandungan, dan 51 situs internet menjual alat kesehatan
(lensa kontak) ilegal. Perolehan hasil sitaan berjumlah lebih dari 3,4 juta
kemasan produk dengan nilai keekonomian mencapai 27,6 milyar rupiah. Agar konsumen terhindar mengkonsumsi produk
kosmetik illegal, konsumen dihimbau tidak mudah tergiur pada iklan penawaran
berbagai macam produk kosmetik, terutama iklan kosmetik yang bombastis dan
menawarkan hasil instan.
Bahan Berbahaya
Produk
kosmetik illegal tidak dievaluasi keamanan, mutu dan kemanfaatan oleh BPOM,
baik dari segi tempat produksi maupun produk jadinya. Produk tanpa ijin edar
bisa saja mengandung bahan berbahaya. Bahan berbahaya yang biasa
teridentifikasi pada kosmetik adalah bahan pewarna Merah K3, Merah K10
(Rhodamin B), Asam Retinoat, Merkuri dan Hidrokinon, yang dapat menimbulkan
berbagai risiko kesehatan. Sebagai contoh, pewarna Merah K3 dan Merah K10 yang
sering disalahgunakan pada sediaan tata rias (eye shadow, lipstik, perona pipi) memiliki sifat karsinogenik dan
dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan kanker hati. Sementara hidrokinon
yang banyak disalahgunakan sebagai bahan pemutih/pencerah kulit, selain dapat
menyebabkan iritasi kulit, juga dapat menimbulkan ochronosis (kulit berwarna kehitaman). Efek tersebut mulai terlihat
setelah penggunaan selama 6 bulan dan kemungkinan bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan). Merkuri yang banyak
disalahgunakan sebagai bahan pemutih dapat menyebabkan kanker, diare,
muntah-muntah dan kerusakan ginjal.
Banyaknya
kosmetik yang ditemukan mengandung bahan berbahaya ini menuntut kita untuk
lebih berhati-hati memilih produk kosmetik. Pastikan bahwa kosmetik yang akan
digunakan adalah kosmetik yang legal dengan Cek KIK (Kemasan, Ijin Edar,
Kadaluwarsa). Cek Kemasan, cermati apakah kemasan kosmetik utuh dan tidak
rusak. Cek Ijin Edar, pastikan bahwa kemasan kosmetika mencantumkan nomor
notifikasi dari Badan POM ditandai dengan kode POM N diikuti kode benua (huruf
A sampai E) diikuti 11 digit angka, NA: produk Asia, NB: produk Australia, NC:
produk Eropa, ND: produk Afrika dan NE: produk Amerika. contoh: NA xxxxxxxxxxx.
Apabila ragu, konsumen bisa cek kebenaran nomor notifikasi pada kemasan dengan
melihat data notifikasi Badan POM di website http://notifkos.pom.go.id./bpomnotifikasi/,
dan pastikan nomor notifikasi terdapat pada data notifikasi, nama kosmetika
yang tercantum pada kemasan sama dengan nama kosmetika pada data notifikasi dan
nama perusahaan pemohon notifikasi sama dengan nama perusahaan pada data
notifikasi. Cek Kadaluwarsa, cermati kadaluwarsa pada kemasan kosmetik yang
akan digunakan. Kosmetik yang lengkap penandaannya, mencantumkan nama kosmetik,
komposisi, produsen, nomor bets, ukuran, isi atau berat bersih, tanggal
kadaluwarsa, peringatan/perhatian dan keterangan lain, kegunaan dan cara
penggunaan. Kegunaan dan cara penggunaan boleh tidak harus dicantumkan untuk
kosmetika yang sudah jelas diketahui kegunaannya seperti shampoo maupun
lipstik.
Mari, bijaksana menggunakan kosmetik.
No comments:
Post a Comment