Tahukah anda
bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah diberlakukan mulai 31 Desember 2015? Dengan adanya kebijakan ini, mau tidak mau Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) harus siap menghadapinya,
termasuk UMKM yang bergerak dibidang obat tradisional (OT). Masyarakatpun juga harus siap dengan kemungkinan
membanjirnya produk-produk dari negara-negara ASEAN.
Indonesia adalah
negara yang kaya sumberdaya hayati yang jika dikembangkan dengan penelitian dan proses proses produksi yang tepat
dan terstandar dapat dihasilkan OT yang aman, bermutu, dan bermanfaat. Apalagi kita punya berbagai resep nenek moyang yang telah terbukti secara
empiris bermanfaat bagi kesehatan. Namun seringkali kita jumpai bahwa seseorang
lebih memilih untuk menggunakan produk OT yang berasal dari negara lain
daripada produk OT lokal. Seharusnya hal ini membuat kita harus mulai waspada,
jangan sampai produk lokal kalah bersaing dengan produk luar negeri, apalagi di
era MEA seperti sekarang ini,
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, yang dimaksud OT adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Dalam
Permenkes pada pasal 2 dijelaskan, OT hanya dapat dibuat oleh
industri dan usaha dibidang OT. Dikenal beberapa
jenis usaha/industri OT, yaitu Industri Obat Tradisional (IOT),
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha
Mikro Obat Tradisional (UMOT), dan Jamu Gendong.
Kepala
Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM), Roy A. Sparringa mengatakan kondisi UMKM
sektor kosmetik, obat tradisional, makanan dan minuman mayoritas belum memiliki
standardisasi produksi yang memadai, sehingga daya saing produk untuk pasar ASEAN
tidak tercapai, ini disampaikan seusai Paparan Kinerja BPOM 2015 dan Fokus 2015 di Jakarta, Senin (12/1/2015). Berdasarkan data Balai Besar POM (BBPOM) di Yogyakarta, di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ada sekitar 30an UMKM yang aktif melakukan produksi OT, namun sampai sekarang belum ada satupun
yang mempunyai Sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Hampir
90 % UMKM tersebut berupa UKOT dan 10% berupa UMOT. Untuk meningkatkan daya
saing di pasar ASEAN, UMKM harus menerapkan CPOTB agar jaminan konsistensi keamanan dan kualitas produk dapat dipertanggungjawabkan.
Bagi yang
belum mengetahui, yang dimaksud CPOTB adalah suatu
pedoman untuk memastikan obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan
dalam izin edar dan spesifikasi produk. Hal ini
diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Dengan
dimulainya MEA, UMKM tidak perlu menjadi takut dan pesimis, karena memasuki era MEA di tahun 2016, BPOM focus memberikan
pendampingan pada kesiapan dalam menghadapi MEA dengan
terus meningkatkan daya saing produk obat dan makanan dalam negeri termasuk
produk UMKM OT untuk dapat bersaing di pasar global. Para pelaku usaha juga didukung untuk terus melakukan
inovasi agar menghasilkan produk yang aman dan memiliki nilai jual tinggi.
Usaha yang dilakukan BPOM antara lain dengan
pendampingan UMKM dalam memperoleh Sertifikat CPOTB dengan program CPOTB
Bertahap. Diharapkan UMKM secara bertahap dapat menerapkan CPOTB, dan akhirnya
dapat memperoleh Sertifikat CPOTB.
Memang hal ini dibutuhkan komitmen dan usaha yang besar dari UMKM, namun dengan
pendampingan ini diharapkan komunikasi antara pelaku usaha dan regulator, dalam
hal ini BPOM, dapat berjalan baik, dan dapat dicari solusi jika UMKM mengalami
kendala dalam penerapan CPOTB.
Selain itu, dilakukan pembukaan
pelayanan publik oleh BPOM di masing-masing Balai/Balai Besar. Melalui kegiatan pemberian
persetujuan denah bagunan industri/usaha obat tradisional di daerah. Kegiatan ini untuk percepatan
proses persetujuan denah bangunan industri/usaha obat tradisional. Hal ini menjadi syarat dalam pengajuan
Izin produksi/pembaharuan izin/perubahan izin. Sehingga diharapkan dengan ini
dapat mempercepat proses izin produksi industri dan usaha OT. Dalam waktu dekat ini, tanggal 2 sd 5 Maret 2016,
BPOM melalui Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi akan menyelenggarakan kegiatan
ini di Yogyakarta. Untuk UMKM produsen OT dan kosmetik yang akan mengikuti
kegiatan tersebut dapat menghubungi BBPOM di Yogyakarta.
Berdasarkan Permenkes 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, OT yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar yang diberikan oleh Kepala Badan POM. Untuk mempermudah pelayanan proses pendaftaran produk, BPOM
memfasilitasi dengan proses pendaftaran secara online (e-registration) yang dikenal dengan Sistem Registrasi Obat
Tradisional (ASROT) yang dapat diakses melalui portal resmi Badan POM di www.pom.go.id atau langsung ke
http://asrot.pom.go.id. Sistem
pendaftaran ini dapat digunakan untuk proses pendaftaran produk baru dengan
komposisi sederhana dan klaim sederhana, pendaftaran ulang semua produk OT, dan
perubahan variasi produk OT. Meskipun untuk saat ini
belum semua pendaftaran produk baru OT dapat melalui sistem ASROT, namun UMKM tidak perlu resah, karena kedepannya BPOM akan mengembangkan sistem pendaftaran tersebut
agar semua produk baru OT dapat dilakukan melalui online, seperti yang sudah
dilaksanakan di produk kosmetik dan pangan. Selain itu, BPOM juga memfasilitasi dengan adanya
kegiatan pelayanan penerimaan berkas pendaftaran OT dan konsultasi berkas
pendaftaran di masing-masing Balai. Kegiatan ini diharapkan UMKM OT tidak perlu datang ke Jakarta cukup
di BBPOM setempat. Biasanya kegiatan ini berlangsung selama 3-4 hari, dan dilaksanakan 1 tahun sekali. Di masing-masing Balai,
termasuk di BBPOM di Yogyakarta juga telah ditunjuk petugas sebagai Person In Charge (PIC) yang akan siap
sedia mendampingi dalam mencari solusi permasalahan para UMKM dalam pendaftaran OT.
Tidak hanya itu saja, untuk
membantu UMKM lokal dalam memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pada saat
dilakukan evaluasi premarket, BPOM juga membantu melakukan pengujian produk
secara gratis, sesuai parameter uji yang telah ditetapkan. Jika ada UMKM yang
dalam proses registrasi dan membutuhkan bantuan dalam pengujian produk jadi, BPOM
melalui BBPOM di Yogyakarta siap memberikan layanan pengujian gratis dengan
persyaratan tertentu.
Dari hasil pengawasan
BPOM juga ditemukan beberapa iklan OT di media cetak dan elektronik yang tidak
memenuhi persyaratan. Seringkali iklan OT menginformasikan klaim secara
berlebihan, atau mencantumkan testimoni dari seseorang yang katanya pernah
mengkonsumsi produk tersebut. Iklan OT termasuk produk yang harus dilakukan
evaluasi pre market, artinya harus didaftarkan terlebih dahulu di BPOM sebelum
diiklankan. Untuk ini, BPOM memfasilitasi melalui website http://mesotsmkos.pom.go.id/sireka/. Sistem registrasi
iklan secara online (SIREKA) untuk pendaftaran iklan obat tradisional dan
suplemen kesehatan bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat pelayanan pendaftaran iklan
obat tradisional dan suplemen kesehatan. Direncanakan aplikasi SIREKA tersebut
dapat secara resmi diterapkan pada tahun 2016. Sehingga iklan yang ditayangkan atau disebarkan oleh UMKM OT tidak
bersifat overclaim dan membohongi
konsumen.
Selain melakukan pembinaan
kepada pelaku usaha, Badan POM juga meningkatkan pengawasan terhadap peredaran
produk Obat dan Makanan di pasar nasional untuk menjamin keamanan, manfaat, dan
mutunya. Seperti diketahui bersama, BPOM seringkali menemukan OT yang
mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). OT yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan, malah akan memberikan efek samping yang
merugikan kesehatan jika di dalamnya terkandung BKO.
Pemberantasan
OT dan Suplemen Kesehatan (SK) mengandung BKO terus dilakukan Badan POM. Berdasarkan
Publik Warning yang dikeluarkan Badan POM tanggal 24 Agustus 2015, disampaikan
kepada masyarakat bahwa berdasarkan hasil pengawasan Badan POM di seluruh
Indonesia dari bulan November 2014
sampai dengan Agustus 2015, ditemukan sebanyak 50 OT dan SK stamina pria mengandung BKO, dengan 25 di antaranya merupakan produk OT tidak
terdaftar (ilegal). Permasalahan ini bukan hanya menjadi isu di
Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia. Berdasarkan informasi melalui Post-Marketing
Alert System (PMAS), sebanyak 18 OT dan SK mengandung BKO juga ditemukan di
ASEAN, Australia, dan Amerika Serikat. Untuk itu, BPOM mengeluarkan peringatan/public warning yang dapat diakses melalui website
BPOM, dengan tujuan agar masyarakat lebih waspada dan tidak mengonsumsi OT dan
SK mengandung BKO karena dapat membahayakan kesehatan.
BKO yang teridentifikasi
dicampur dalam produk OT dan SK stamina pria hasil selama tahun 2014 dan 2015 didominasi oleh sildenafil dan turunannya. Sildenafil
sendiri merupakan obat yang diindikasikan untuk mengobati disfungsi ereksi dan
hipertensi arteri pulmonal. Obat
ini umum dikenal dengan nama Viagra dan paling dominan digunakan sebagai obat
disfungsi ereksi pada pria. Sildenafil dan turunannya termasuk golongan obat
keras yang hanya boleh digunakan sesuai petunjuk dokter. Jika digunakan secara
tidak tepat, bahan kimia obat ini dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan,
seperti kehilangan penglihatan dan pendengaran, stroke, serangan
jantung, bahkan kematian.
Parasetamol
dan Fenilbutazon juga sering ditemukan pada produk OT yang mengandung BKO. Parasetamol dan Fenilbutazon tidak boleh dicampurkan sama sekali ke
dalam OT. Penggunaan Parasetamol yang tidak tepat (jangka panjang/dosis besar)
dapat menyebabkan kerusakan hati. Sedangkan Fenilbutazon termasuk obat keras
yang harus digunakan atas petunjuk dokter. Jika digunakan secara tidak tepat,
Fenilbutazon dapat menimbulkan akibat bagi kesehatan, mulai dari yang ringan
seperti mual, muntah, ruam kulit, hingga risiko yang lebih berat seperti
penimbunan cairan, perdarahan lambung, perforasi lambung, reaksi
hipersensitifitas (Steven Johnsons Syndrome), hepatitis, gagal ginjal,
leukopenia, anemia aplastik dan agranulositosis.
Namun anda sebagai konsumen
tidak perlu takut dalam mengkonsumsi OT, bahkan kita harus mendukung produk UMKM
lokal kita, terutama dengan memilih menggunakan OT dan SK produk lokal DIY jika
memang perlu menggunakan OT sebagai pendukung kesehatan kita. Dari hasil
pengawasan BBPOM di Yogyakarta, tidak ditemukan produk lokal DIY yang
mengandung BKO. Kita harus menjadi konsumen yang cerdas dan teliti dengan menerapkan
cek KIK dalam memilih OT yang tepat. Cek KIK merupakan slogan Badan POM, adalah
kepanjangan dari Cek Kemasan Baik, Izin Edar dan Kedaluwarsa.
Kemasan baik
artinya kemasan produk dalam kondisi baik, kita harus memeriksa apakah kemasan produk OT
masih utuh, tidak robek/berlubang, dan tidak rusak. Selain itu juga perlu
diperhatikan kelengkapan penandaan pada kemasan, yaitu : nama dan merk produk,
alamat produsen, komposisi, indikasi/tujuan penggunaan, dosis pemakaian, kontra
indikasi dan perhatian (bila ada). Sedikit tips, untuk nama dan merk produk, jika nama/merknya menggunakan istiah penyakit
seperti flu tulang, dipastikan ini adalah produk yang tidak terdaftar/palsu
izin edarnya.
Izin edar,
artinya pastikan produk yang anda beli dan konsumsi telah memiliki Izin Edar atau terdaftar
di Badan POM dan mencantumkan izin edarnya pada kemasan. Untuk OT, izin edar
nya berupa POM TR/TI diikuti 9 digit angka. Berdasarkan hasil pengawasan BPOM,
beberapa produk yang beredar ternyata menggunakan nomor izin edar yang fiktif.
Oleh karena itu, perlu dilakukan konfirmasi kebenaran izin edar produk dengan
mengakses ke www.pom.go.id. Demi
mempermudah penyampaian informasi terkait produk yang aman untuk dikonsumsi
masyarakat dan mengadaptasi trend teknologi terkini, selain telah dikembangakan
Website Cek Produk BPOM (cekbpom.pom.go.id), pada tahun 2015 Badan POM kembali
“melahirkan” terobosan baru, yakni mengembangkan aplikasi Cek BPOM. Cek BPOM merupakan aplikasi berbasis Android. Aplikasi ini
menampilkan data produk yang diperbolehkan beredar di Indonesia (telah melewati
proses evaluasi oleh Pre-Market). Dengan ini, diharapkan konsumen
tidak mudah tertipu oleh produk yang belum terdaftar, yang artinya belum legal
dan belum dievaluasi mutu dan keamanan produknya. Selain produk yang sudah
terdaftar, dalam portal www.pom.go.id juga dapat
ditemukan daftar produk yang telah dicabut izin edarnya berdasarkan pengawasan
post market BPOM.
Kedaluwarsa artinya
pastikan produk belum kedaluwarsa. Semua produk OT wajib mencantumkan tanggal
kadaluwarsa. Pastikan belum lewat tanggal kalaluwarsanya. Produk sudah lewat tanggal kedaluwarsanya, artinya
produsen sudah tidak menjamin mutu dan keamanan produk jika produk tersebut
dikonsumsi. Perlu menjadi perhatian juga bahwa tanggal kedaluwarsa yang tercetak
pada label/kemasan tidak menjadi satu-satunya parameter bahwa produk belum kedaluwarsa
dan aman untuk dikonsumsi. Konsumen juga harus memperhatikan kondisi fisik
produk, apakah masih mempunyai penampakan yang normal atau menyimpang,
misalnya, kapsul ditemukan cangkangnya sudah lembek, serbuknya sudah
menggumpal, atau secara penampakan sudah tumbuh jamur. Jika memang ditemukan
hal hal tersebut, jangan pernah mengkonsumsi OT tersebut.
Satu lagi informasi penting
bagi konsumen, dengan adanya teknologi yang berkembang pesat saat ini, proses
pembelian produk menjadi hal yang mudah, terutama pembelian via online. Dalam
rangka melindungi konsumen dari produk produk yang berisiko terhadap kesehatan,
BPOM mengeluarkan Peraturan tentang Pemasukan OT, yang mengatur bahwa OT yang
dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan adalah OT yang
telah memiliki izin edar. Dikecualikan OT yang
digunakan untuk uji laboratorium, sampel pendaftaran, penelitian, pameran dan digunakan untuk kepentingan sendiri
dalam jumlah terbatas sesuai kebutuhan.
Dengan kata lain, masyarakat tidak dapat membeli/mendatangkan secara langsung
dari luar negeri. Jika hal ini dilakukan, maka kemungkinan produk tidak bisa
sampai ke tangan pembeli, karena pihak kantor pos atau bea cukai akan menahan
produk tersebut, dengan dasar Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.42.2996 tahun 2008 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat
Tradisional. OT produk luar negeri yang belum terdaftar boleh masuk ke Indonesia
melalui mekanisme khusus, berupa
rekomendasi dari BPOM atau Balai/Balai Besar POM jika memenuhi beberapa
persyaratan, antara lain : digunakan untuk pemakaian sendiri dan tidak
diperjualbelikan, berdasarkan rekomendasi dokter, maksimal digunakan jangka
waktu 3 bulan, tidak ada produk sejenis di Indonesia, dan bukan diindikasikan
untuk kecantikan dan kebugaran tubuh, seperti pelangsing, suplemen meningkatkan
masa otot, dll.
Apakah anda pernah
mengkonsumsi OT atau SK, dan mengalami efek samping seperti pusing, mual,
muncul ruam-ruam di kulit, atau gejala lain yang diluar normal, itu artinya anda
mengalami Efek Samping OT/SK. Sebagai salah satu kegiatan evaluasi keamanan
produk OT secara post market, Badan
POM juga melakukan kegiatan surveilan, berupa kejadian/efek samping yang
merugikan pada produk-produk OT, SK dan kosmetik yang dipasarkan, dan dapat
berperan dalam mendeteksi potensi produk yang berhubungan dengan masalah
keamanan serta manfaat dalam penilaian risiko dari produk. Jika masyarakat
merasakan efek samping setelah mengkonsumsi produk-produk OT, SM dan KOS dapat
melaporkan ke Badan POM dengan datang langsung atau melalui website http://mesotsmkos.pom.go.id/efek-samping-obat-tradisional/.
Badan POM akan menjamin kerahasiaan informasi
yang berkaitan dengan identitas pasien dan
/atau pelapor.
Dalam upaya
optimalisasi perlindungan ke masyarakat, BPOM selalu meningkatkan kerjasama dan
koordinasi dengan lintas sektor, antara lain Kepolisian
dan Kejaksaan untuk penanganan dari segi hukum, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Dinas
Kesehatan/Dinas Perindustrian/Dinas Perdagangan), Asosiasi di bidang OT &
SK melalui Kelompok Kerja Nasional Penanggulangan Obat Tradisional
mengandung Bahan Kimia Obat (Pokjanas Penanggulangan OT-BKO).
Sejalan dengan
tema yang diangkat pada peringatan Hari Ulang Tahun Badan POM yang ke 15 yang
jatuh pada tanggal 31 Januari 2015 kemarin, diangkat tema “Penguatan Kemitraan untuk Pengawasan dan Pelayanan di Era MEA”. Badan POM berkomitmen dalam pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat Indonesia
dihimbau untuk turut berpartisipasi mengawasi peredaran Obat dan Makanan dengan
menjadi konsumen cerdas dan teliti dalam memilih produk Obat dan Makanan. Jika
masyarakat memiliki informasi adanya Obat dan Makanan yang diduga melanggar
peraturan atau menemukan hal-hal mencurigakan terkait Obat dan Makanan, dapat
melaporkan ke Contact Center Badan POM di nomor telepon 1-500-533
(pulsa lokal), SMS 0-8121-9999-533, e-mail halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (ULPK) BB/BPOM di seluruh Indonesia.
Jadi bagi anda
produsen OT, jangan resah dan gelisah dengan diberlakukannya MEA ini. Mau tidak
mau suka tidak suka siap tidak siap kita harus hadapi. Badan POM siap dalam
mendampingi para pelaku usaha. Yakinlah bahwa produk lokal kita siap bersaing
di pasar ASEAN. Pemerintah akan mendukung proses ekspor ke luar negeri. MEA
bukanlah tantangan melainkan peluang, dengan MEA peluang dalam memasarkan
produk keluar negeri menjadi lebih besar. Namun untuk bersaing dan menjadi
pemenang dibutuhkan komitmen dan usaha yang kuat. Badan POM siap mendampingi.
Masyarakat
Indonesia harus siap-siap dengan membanjirnya produk ASEAN ke wilayah Indonesia, jangan mudah tergiur oleh produk
impor dan merk luar negeri. Tidak semua produk luar negeri kualitasnya lebih
baik dibandingkan produk lokal. Cintai dan pilihlan produk lokal, jadikan
produk lokal raja di negara sendiri. Jika anda membutuhkan informasi dan
layanan terkait obat dan makanan, ULPK BBPOM diYogyakarta siap melayani di hari
kerja (Senin – Kamis) pukul 8.00 sd 16.00 dan pukul 8.00 sd 13.30 khusus di
hari Jumat di jalan Tompeyan Tegalrejo Yogyakarta, telp/fax 0274-552250,
561038, atau melalui email di ulpkjogja@gmail.com. Mari kita cintai produk-produk
Obat Tradisional Indonesia.
Ditulis oleh:
Ditulis oleh:
Ratna Widi Astuti, MSc, Apt
Balai Besar POM di Yogyakarta
Balai Besar POM di Yogyakarta
No comments:
Post a Comment