Mungkin
anda awam tentang istilah “projustitia”,
menurut Yan Pramadya Puspa dalam buku Kamus Hukum: Edisi Lengkap
Bahasa: Belanda-Indonesia-Inggris, pro justitia berarti demi hukum, untuk hukum atau
undang-undang (hal 456). Secara formal
administratif, penggunaan frasa “pro
justitia” menunjukkan bahwa tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum
adalah tindakan hukum yang sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Secara
materiil subtantif, berdasarkan dokumen hukum yang bertuliskan “pro justitia”, setiap tindakan hukum
yang diambil sebagaimana surat tersebut dilakukan untuk kepentingan penegakan
hukum dan keadilan.
Secara awam pengertian di” pro justitia” adalah dibawa ke ranah hukum atau dilakukan tindakan hukum, berarti arti sederhana judul kalimat “Pro justitia” untuk yang melakukan tindak pidana di bidang obat dan makanan adalah dilakukan tindakan hukum. untuk yang melakukan tindak pidana di bidang obat dan makanan.
Tupoksi Badan POM antara lain pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan Makanan yang bersifat pembinaan, selain tupoksi tersebut juga pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Pelaksanaan penindakan ini dilakukan oleh Bidang Penindakan yang melakukan projustitia terhadap sarana obat dan makanan yang membandel atau melanggar aturan. Penindakan ini dilakukan oleh PPNS Badan POM yang mempunyai kewenangan sebagai Penyidik berdasarkan Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2018 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta , telah memprojustitia 6 perkara di bidang obat dan makanan, perkara tersebut meliputi memproduksi dan mengedarkan pangan yang tidak memiliki ijin edar (melanggarpasal Jo. Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang R.I No : 18 Tahun 2012 Tentang Pangan), mengedarkan Kosmetik mengandung Bahan Berbahaya atau Tanpa Ijin Edar, mengedarkan OT mengandung Bahan Berbahaya atau Tanpa Ijin Edar ( melanggar Pasal 196 atau 197 Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan), serta Mengedarkan Obat Keras atau Tanpa Ijin Edar ( melanggar Pasal 196 atau 197 Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan).
Tahun 2019 , yang di projustitia ada 11 perkara meliputi 5 perkara menjual/mengedarkan obat keras atau tanpa ijin edar, 2 perkara pangan yang mengandung bahan berbahaya dan pangan yang tidak memenuhi syarat, dan 4 perkara menjual atau mengedarkan obat tradisonal yang mengandung bahan kimia obat atau tanpa ijin edar. Sedangkan pada kurun waktu sampai bulan Agustus 2020 telah di projustitia 6 perkara yaitu 2 perkara mengedarkan obat keras atau tanpa ijin edar dan 4 perkara tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian yang melanggar UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Vonis tertinggi dari perkara yang ditangani oleh BBPOM di Yogyakarta adalah pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda 10 juta rupiah subsider pidana kurungan 6(enam) bulan, yaitu dari perkara menjual obat keras tanpa ijin edar melanggar Pasal 196 atau 197 Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Diharapkan dengan adanya projustitia ini akan memberi efek jera untuk pelaku tindak pidana yang melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga kejahatan di bidang obat dan makanan bisa diminimalisir.
Para pelaku usaha yang akan bergerak di bidang obat dan makanan diharapkan memahami aturan yang berlaku terkait produk yang akan dijualnya sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi obat dan makanan yang aman, bermutu dan bermanfaat/berkhasiat.
Kestri Harjanti- PFM Ahli Madya BBPOM Di Yogyakarta
ReplyDeletepermainan poker yang gampang menangnya hanya di IONQQ
ayo segera di coba permainan kami :D
WA: +855 1537 3217