Ya, memang benar kasus Covid-19 di Yogyakarta sudah
mengalami penurunan
dibandingkan puncak kasus pada bulan Juli lalu. Hal ini tentu saja
menunjukkan keberhasilan intervensi yang dilakukan pemerintah
dalam menekan penularan wabah ini. Meskipun banyak
pihak menganggap bahwa kebijakan tersebut tidak populer, namun sejatinya pembatasan
mobilitas adalah prinsip dasar
dalam pencegahan penyebaran kondisi darurat apapun. Dengan
demikian, sumber permasalahan yang terlokalisir akan
membuat penanganan
menjadi lebih fokus.
Namun demikian, mobilitas penduduk tidak mungkin berhenti sama sekali. Oleh karena
itu diperlukan langkah antisipasi yang bisa melindungi
masyarakat dalam menjalankan aktivitas
dan mobilitas sehari-hari. Perlindungan diri
dengan penerapan hygiene dan sanitasi serta penggunaan
masker belum cukup untuk mencegah penularan SARS-CoV-2 sepenuhnya.
Diperlukan perlindungan
spesifik terhadap
antigen penyebab Covid-19, yaitu melalui vaksinasi
yang
diharapkan bisa memberikan payung kekebalan komunal yang biasa kita dengar sebagai
herd immunity. Untuk bisa mencapai herd immunity setidaknya 70% populasi harus sudah mendapatkan
vaksin. Dengan banyaknya jumlah penduduk serta luas wilayah Indonesia, pemerintah bergegas melakukan percepatan
pelaksanaan vaksinasi, termasuk penyediaan
berbagai vaksin Covid-19 yang telah terbukti efektif dan aman.
Kemudahan akses terhadap informasi
melalui internet bisa memberikan dukungan terhadap promosi program vaksinasi nasional. Namun di sisi lain, juga
memungkinkan
penyebaran hoax ataupun meyebabkan
penyerapan informasi yang tidak tepat disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan yang adekuat terhadap
topik tersebut. Di antaranya ialah informasi
mengenai efektivitas vaksin yang bisa memberikan harapan
positif bagi masyarakat, diikuti oleh informasi mengenai efek samping vaksin yang bagi sebagian masyarakat dianggap cukup
menakutkan sehingga
menyebabkan keengganan untuk mengikuti vaksinasi Covid-19.
Hal ini yang
perlu
diluruskan bersama,
sehingga tujuan
akhir cakupan
vaksinasi yang
tinggi bisa
tercapai.
Efek samping vaksin yang mungkin terjadi umumnya bersifat ringan dan bersifat sementara dan tidak selalu ada, serta bergantung pada kondisi tubuh secara individual. Efek seperti demam, nyeri otot dan kemerahan pada bekas suntikan adalah hal yang wajar namun perlu tetap dimonitor. Bagaimanapun, manfaat vaksin jauh lebih besar dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin. Kalaupun terjadi Kejadian Ikutan Paska Imunisasi, dapat dilaporkan kepada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat pemberian vaksinasi, kemudian ditindaklanjuti oleh focal point yang ada di masing-masing Dinas Kesehatan dan dikaji oleh Komite Pengkajian dan Penanggulangan KIPI yang ada di setiap daerah maupun Nasional.
Badan POM
memberikan jaminan keamanan terhadap vaksin Covid-19 yang beredar di indonesia melalui serangkaian
kajian sebelum vaksin tersebut mendapatkan persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Saat ini sudah ada
sepuluh vaksin Covid-19 yang telah
mendapat EUA yaitu, Sinovac (inactivated virus), Biofarma (inactivated virus), AstraZeneca
(nonreplicating viral vector), Sinopharm (inactivated virus),
Moderna (m-RNA), Pfizer (m-RNA), Sputnik V
(nonreplicating viral vector), Janssen
(nonreplicating viral vector), CanSinoBIO (inactivated virus), Jbio (rekombinan protein sub-unit).
Sempat muncul kekhawatiran di masyarakat bahwa vaksin dengan platform m-RNA atau vektor
virus bisa mempengaruhi DNA manusia. Namun
sebenarnya hal ini tidak sesuai dengan
fakta yang ada, karena vaksin mRNA tidak dapat masuk ke inti sel dan
mengubah DNA. Sedangkan vaksin virus inaktif tidak dapat menginfeksi sel. Vaksin berbasis vektor virus pun tidak dapat mengubah susunan DNA manusia.
Di luar fakta ilmiah
mengenai keamanan
dan efektivitas vaksin Covid-19, distribusi serta
handling vaksin juga perlu diperhatikan. Handling yang salah selama
distribusi bisa membuat
vaksin menjadi rusak, sehingga tidak mencapai
efektivitas yang tidak diinginkan. Badan POM sebagai otoritas pemerintah di bidang pengawasan obat dan
makanan tidak ketinggalan
menjalankan kegiatan pengawasan distribusi vaksin Covid-19 sesuai amanat pemerintah dalam Peraturan
Presiden Nomor 99 tahun
2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksin
dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pasal 21 butir (7) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan memberikan dukungan sebagai berikut:
g. pengawalan mutu dan keamanan produk serta integritas sepanjang rantai suplai Vaksin
COVID-
19 hingga penggunaan di masyarakat. Kegiatan yang dilakukan Balai Besar POM di Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis BPOM adalah dengan intensifikasi pengawalan distribusi dan pelayanan Vaksin Covid-19 baik di sarana pelayanan kesehatan yang menyimpan dan melayani vaksin Covid-19 kepada masyarakat, juga di sarana distribusi vaksin Covid-19 pada saat kedatangan vaksin maupun pada saat penyimpanan.
Dengan adanya jaminan keamanan dari pemerintah, baik pada saat pengadaan, pendistribusian, sampai pada saat pelayanan kepada masyarakat, tidak perlu lagi ada keraguan untuk mengikuti program vaksinasi Covid-19, sehingga target cakupan vaksinasi tercapai, serta yang paling utama pandemi segera berakhir.
Sumber :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coronavirus/in-depth/herd-immunity-and- coronavirus/art-20486808, diakses 21 Oktober
2021
https://www.instagram.com/p/CTmFbUhB1V5/, diakses 21 Oktober 2021
https://covid19.go.id/tanya-jawab?page=3&search= , diakses 21 Oktober 2021
https://www.instagram.com/p/CU18VaTFtK2/ , diakses 21 Oktober 2021
Tami_BBPOM di Yogyakarta
No comments:
Post a Comment