Pendahuluan
Kota Yogyakarta dikenal gudangnya orang-orang kreatif, selain dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata, tentu saja sebagai kota budaya. Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata di Indonesia, memiliki banyak ragam kuliner yang dapat dijadikan sebagai oleh-oleh, seperti bakpia, geplak, yangko, gudeg dll. Gudeg dengan rasanya yang gurih sangat diminati oleh semua kalangan usia. Gudeg telah menjadi oleh-oleh yang selalu diincar wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, belum terasa berada di Yogyakarta jika belum mencicipi gudeg.
Oleh karena itu, pengembangan produksi gudeg sangat diperlukan, baik itu inovasi rasa, kemasan, dan yang sangat penting adalah peningkatan mutu dan keamanan produk gudeg sehingga gudeg menjadi makanan khas Yogyakarta yang tidak saja menarik dan lezat, tapi juga terjamin aman. Kabar baik untuk Indonesia, saat ini gudeg dikemas dengan beragam bungkus antara lain kemasan besek, kendil dan yang terbaru adalah kemasan kaleng. Kemasan kaleng untuk gudeg sebagai salah satu inovasi daerah ini sangat praktis dibawa keluar daerah bahkan luar negeri karena bisa tahan sampai satu tahun. Sekarang gudeg kaleng sudah banyak dipajang di toko oleh-oleh, bahkan kini gudeg kaleng sudah dipasarkan melaui online. Bahan baku gudeg secara umum terdiri dari : nangka muda, gula jawa, telur bebek, tempe kedelai, blondo, daging ayam, krecek kulit sapi, kelapa, cabe rawit, garam, kemiri, bawang merah, cabe keriting dan bawang putih. Gudeg kaleng yang ada di pasaran dikemas dalam kaleng 210 sampai 400 gram berisi 2-4 porsi gudeg dengan berbagai varian misalnya gudeg telur, gudeg tahu, gudeg ayam dan sebagainya. Untuk mengkonsumsi gudeg kaleng sangat mudah, cukup dipanaskan selama 5 menit sebelum dikonsumsi.
Kreativitas Harus Sejalan Dengan Regulasi
Perkembangan teknologi yang semakin pesat memberikan banyak kemudahan dalam banyak hal, salah satunya teknologi di bidang kuliner dengan ditemukannya sistem pengalengan makanan. Tidak hanya praktis karena tahan lama dan dapat terjaga bentuknya, tapi juga dapat membuat kita bisa mencicipi makanan dari berbagai negara. Pengalengan merupakan metode utama pengawetan pangan dan menjadi dasar destruksi mikroorganisme oleh pangan dan pencegahan rekontaminasi. Pengawetan makanan kaleng bukan dengan penambahan zat-zat kimia yang seringkali ditakuti oleh masyarakat.
Metode preservasi (pengawetan) makanan kaleng adalah melalui proses termal, yaitu sterilisasi. Sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial sendiri adalah proses pemanasan pada suhu tinggi (umumnya di atas 100°C) selama waktu tertentu untuk membunuh mikroba perusak dan mikroba patogen serta menginaktifkan spora bakteri. Spora bakteri memang tidak terbunuh selama proses sterilisasi komersial, namun spora ini dijamin tidak akan aktif selama pangan disimpan dalam suhu kamar. Nantinya, spora ini akan mati oleh asam lambung saat kita mencerna makanan.
Balai Besar POM di Yogyakarta sebagai instansi pengawas sekaligus pembina di bidang pangan sangat mensupport adanya inovasi gudeg dalam kemasan kaleng ini. Inovasi yang dikembangkan terus menerus dapat meningkatkan daya saing menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tahukah anda bahwa kebijakan MEA telah diberlakukan mulai 31 Desember 2015? Dengan adanya kebijakan ini, mau tidak mau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus siap menghadapinya, termasuk UMKM yang bergerak dibidang pangan. Masyarakat juga harus bersiap dengan kemungkinan membanjirnya produk-produk pangan dari negara-negara ASEAN. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015, tentang Kategori Pangan, gudeg kaleng masuk jenis 16.0 Pangan Campuran (Komposit), Tidak Termasuk Pangan dari Kategori 01.0 Sampai 15.0. Gudeg kaleng masuk pangan highrisk atau resiko tinggi, karena diproses dengan sterilisasi pengalengan. Pendaftaran pangan highrisk atau resiko tinggi harus didaftarkan di Badan POM dan akan mendapatkan nomor pendaftaran/ registrasi/ izin edar BPOM RI MD No....(12 digit).
Pendaftaran Pangan Highrisk melalui online (e-registration)
Pendaftaran produk gudeg kaleng dapat dilakukan secara online (e-registration) melalui website Badan POM www.pom.go.id. Fasilitator e-reg BBPOM di Yogayakarta selalu siap mendampingi Industri Kecil Menengah (IKM) dalam proses pendaftaran melalui e-registrasi. Layanan e-registration atau pendaftaran pangan olahan secara elektronik adalah proses layanan pendaftaran pangan olahan yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dan berbasis web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan pendaftaran produk pangan lebih transparan, efisien, efektif, produktif, akuntabel, cepat, serta professional.
Keuntungan dari layanan e-registration atau pendaftaran pangan olahan secara elektronik antara lain hanya satu kali pendaftaran perusahaan sehingga menghemat kertas (paperless), Web-based, dapat diakses dari mana saja (dokumen dikirim ke Dit. PKP), tidak ada pembatasan jumlah pendaftaran per perusahaan per hari, persyaratan sudah ditetapkan per jenis pangan dan persyaratan sudah tercantum dalam sistem sehingga perbedaan persepsi dapat diminimalkan.
Alur proses pendaftaran pangan olahan melalui e-registration dapat dilihat di website Badan POM www.pom.go.id, e-registrasi pangan olahan sebagai berikut :
• Pendaftar input dan mengirim data perusahaan dan data produk melalui aplikasi
• Verifikasi jenis pangan
• Penerbitan SPB dan Billing ID
• Pendaftar membayar melalui mekanisme e-payment
• Data produk yang sudah dibayar terkirim ke evaluator
• Verifikasi dan validasi
• Penerbitan SPP
• SPP diambil oleh pendaftar
Adapun persyaratan pendaftaran meliputi persyaratan administrasi, Teknis dan pendukung. Persyaratan administrasi yaitu izin usaha industri, NPWP, Pemeriksaan Sarana Balai (PSB)/ hasil audit sarana produksi, akte notaris; persyaratan teknis yaitu komposisi atau daftar bahan yang digunakan, penjelasan untuk bahan baku tertentu yang digunakan, proses produksi atau sertifikat Good Manufacturing Practises (GMP)/ Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), hasil analisis produk akhir, informasi tentang masa simpan, informasi tentang kode produksi, rancangan label; dokumen pendukung (apabila diperlukan) antara lain Sertifikat SNI, Sertifikat Merk, Surat persetujuan pencantuman halal, Keterangan Iradiasi dan Keterangan status Genetically Modified Organisms(GMO).
Jaminan dari Produsen
Dalam beberapa bulan terakhir, layanan informasi terkait gudeg kaleng dan makanan kaleng melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) jumlahnya meningkat. Banyaknya konsumen yang datang ke BBPOM di Yogyakarta ini, sebagian besar mencari informasi tentang prosedur pendaftaran gudeg kaleng melalui e-registrasi pangan. Selain mencari informasi tentang prosedur pendaftaran, konsumen juga mencari informasi terkait label dan hasil uji laboratorium. Hal ini dilakukan produsen dalam rangka memberikan jaminan keamanan pangan kepada konsumen.
Untuk menjamin bahan pangan yang diproduksi aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi produsen wajib menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB). CPPOB adalah peraturan atau pedoman cara berproduksi pangan yang bertujuan supaya produsen pangan memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi sesuai dengan tuntutan konsumen. CPPOB adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
• Mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain.
• Mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen.
• Mengendalikan proses produksi
CPPOB adalah suatu pedoman & prinsip dasar yang penting dalam memproduksi pangan, yang meliputi prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
• Lokasi & Lingkungan Produksi
• Bangunan & Fasilitas
• Peralatan Produksi
• Suplai Air/Sarana Penyediaan Air
• Fasilitas & Kegiatan Higiene Sanitasi
• Kesehatan & Higiene Karyawan
• Pemeliharaan & Program Higiene Sanitasi
• Penyimpanan
• Pengendalian Proses
• Pelabelan Pangan
• Pengawasan oleh Penanggung Jawab
• Penarikan Produk
• Pencatatan dan Dokumentasi
• Pelatihan Karyawan
Produsen harus menggunakan pengemas yang memenuhi syarat akan mempertahankan mutu dan melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti: sinar matahari, panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain.
Menjadi konsumen cerdas
Bagaimanapun makanan segar lebih sehat daripada makanan yang diawetkan, makanan kaleng seringnya mengandung bahan tambahan gula, pengawet, perasa, pewarna dan juga nutrisinya banyak yang berkurang akibat proses pemanasan yang berlebihan dan hilang selama proses pengalengan. Selain itu zat berbahaya dari makanan kaleng juga bisa berasal dari kalengnya sendiri dimana bahan dari kaleng terserap ke dalam makanan. Misalnya zat Bisphenol A yang digunakan oleh pabrik untuk mencegah karat pada kaleng serta menjaga makanan tetap awet. Menurut beberapa hasil penelitian mengonsumsi Bisphenol A dalam jangka panjang akan menyebabkan resiko terserang penyakit (1) diabetes, (2) serangan jantung, (3) impotensi, dan (4) penyakit hati menjadi lebih besar. Tidak bijak jika mengkonsumsi makanan kaleng secara terus menerus, terutama untuk anak-anak. Namun konsumen tidak perlu takut mengkonsumsi makanan yang diawetkan termasuk makanan kaleng, agar terhindar dari bahaya pada pangan, konsumen perlu cermat memilih pangan yang aman dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Sebelum membeli produk telitilah dan cek KIK (Kemasan, Izin Edar, Kadaluarsa)
• Kemasan kaleng utuh dengan kondisi baik, pangan kaleng diperiksa apakah kaleng-kaleng itu penyok, gembung, berkarat, atau labelnya rusak. Pangan kaleng yang sudah rusak seperti ini harus dimusnahkan, tidak boleh dikonsumsi karena akan membahayakan kesehatan. Kondisi kaleng yang rusak memungkinkan cemaran masuk dan merusak produk. Bakteri yang yang sering ada dalam makanan kaleng adalah Clostridium botulinum. Clostridium botulinum adalah bakteri Gram positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800C selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
• Izin Edar, pastikan produk sudah teregistrasi/ terdaftar. Makanan kaleng harus terdaftar di Badan POM yaitu BPOM RI MD + 12 digit angka (pangan olahan yang diproduksi di dalam negri) dan BPOM RI ML + 12 digit angka (pangan olahan dari luar negri). Gudeg kaleng tidak boleh terdaftar sebagai PIRT.
• Tanggal Kadaluwarsa dan kode produksi makanan kaleng biasanya tertera dibawah kaleng.
2. Bacalah informasi pada label seperti nama dan alamat pabrik, komposisi dan lain sebagainya.Semua informasi pada label harus jelas dan lengkap.
3. Cermati fisik produk makanannya seperti warna, tekstur dan bau, semua karakteristiknya harus normal.
4. Sebelum membuka kaleng, permukaan kaleng hendaknya dibersihkan dengan dilap menggunakan kain basah atau tissue untuk mengantisipasi adanya kotoran yang berasal dari hama/hewan misalnya tikus, kecoa dan lain-lain selama masa penyimpanan, yang membawa kuman dan menyebabkan penyakit yang berbahaya seperti Leptospirosis.
Gambar 1. Contoh kaleng penyok
Selain gudeg kaleng, di Yogyakarta banyak pula dikembangkan makanan olahan lain dalam kemasan kaleng misalnya jamur dalam kaleng atau sayur lokal atau lauk dalam kaleng dan beberapa diantaranya sudah mendapatkan nomer registrasi MD dari Badan POM. Jika konsumen akan membeli secara online, cek produk terdaftar terlebih dahulu di website Badan POM www.pom.go.id.
--AYO SADAR PANGAN AMAN, CEK KIK—
DITULIS DARI BERBAGAI SUMBER (BADAN POM DAN LAIN-LAIN), OLEH :
WULANDARI, STP
BANTUL, 7 JUNI 1975
KOPENSARI, MADUREJO, PRAMBANAN, SLEMAN
PENYULUH KEAMANAN PANGAN BALAI BESAR POM DI YOGYAKARTA
HP : 085228634009 KANTOR: 552250
Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis
Blog Inovasi Daerahku - https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku
No comments:
Post a Comment