A.
PENDAHULUAN
COVID-19 yang bermula dari Wuhan,
Cina, mulai menyebar ke negara-negara lain yang menimbulkan pandemi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MenKes/413/2020, virus
ini menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Indonesia resmi menyatakan terkena
pandemi pada 2 Maret 2020 (Pranita, 2020; WHO, 2020). Berbagai kebijakan
dikeluarkan pemerintah untuk menekan penularan dengan cara physical distancing, salah satunya melalui work from home. Pemerintah secara resmi menerbitkan peraturan
penanganan COVID-19, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahuan 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
Pandemi COVID-19 menyebabkan
pelemahan perekonomian yang pada akhirnya berdampak ke rumah tangga, Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM), korporasi, dan sektor keuangan lainnya. Ancaman pada
rumah tangga berupa gangguan kesehatan karena terinfeksi Covid-19 bahkan
ancaman jiwa, Selain itu, terdapat ancaman kehilangan pendapatan, tidak dapat
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya terutama rumah tangga miskin
dan rentan serta sektor informal dan terjadinya penurunan daya beli masyarakat
dan konsumsi. Disrupsi ekonomi yang melanda, mengancam terjadinya penambahan
jutaan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Untuk sektor usaha, dampak
pandemic COVID-19 khususnya bagi UMKM adalah tidak dapat melakukan kegiatan
usahanya baik terkait keterbatasan modal, produksi, distribusi maupun
pemasaran.
Permasalahan utama UMKM menurunnya daya beli masyarakat yang
berdampak pada menurunnya pendapatan, hambatan distribusi yang disebabkan adanya kebijakan Pemerintah terkait
pembatasan mobilitas; sulitnya UMKM mengakses permodalan, kesulitan untuk
mendapatkan bahan baku; kompetensi SDM, dan legalitas produk dalam rangka meningkatkan
nilai jual produk. Terhadap permasalahan tersebut Badan POM perlu menerbitkan
kebijakan dalam rangka memberikan fasilitasi kemudahan berusaha sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangan khususnya dalam mendukung
ketersediaan produk berkualitas dan bermutu untuk membangun masyarakat
Indonesia sehat serta mendorong peningkatan daya saing produk agar perekonomian
Indonesia dapat segera bangkit.
B. KEBIJAKAN BPOM UNTUK MEMFASILITASI UMKM DALAM RANGKA
MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK
Keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) di Indonesia mempunyai peranan strategis dalam perekonomian
nasional, terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang
lebih besar mengingat jumlahnya yang sangat besar. UMKM juga dipandang sebagai
jaring pengaman sosial dan memberdayakan serta mengembangkan potensi ekonomi
rakyat. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Mikro
bulan Maret 2021, jumlah usaha Mikro yang ada sebanyak 64,2 juta dengan
kontribusi terhadap produk domestic bruto sebesar 61,7 persen atau senilaia
Rp8.573,89 triliun. UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja,
serta dapat menghimpun sampai dengan 60,42 Persen dari total investasi di
Indonesia. Pemberdayaan adalah upaya
yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat
secara sinergis dalam bentuk menumbuhkan iklim yang kondusif untuk pengembangan
usaha bagi UMKM sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh
dan mandiri. Hal ini untuk mendukung agenda Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Berbagai upaya dan program yang
telah diinisiasi oleh pemerintah perlu diperkuat dan didukung oleh berbagai
pihak, termasuk Badan POM agar
dapat memberikan manfaat yang optimal
bagi UMKM. Upaya yang dilakukan Badan POM sejalan dengan misi kedua yaitu
memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha Obat dan Makanan dengan
keberpihakan terhadap UMKM dalam rangka membangun struktur ekonomi yang
produktif dan berdaya saing untuk kemandirian bangsa. Dukungan Badan POM
tersebut antara ditujukan antara lain dalam rangka meningkatkan kemajuan dan
daya saing UMKM.
Upaya Pemerintah dalam rangka
melindungi masyarakat Indonesia dari dampak pandemi COVID-19 selain dengan
vaksinasi juga diikuti upaya lain untuk mencegah, mengelola atau memperbaiki
dampak akibat pandemi tersebut, termasuk dampak dari sisi ekonomi. Terkait
dengan permasalahan UMKM khususnya terkait dengan kesulitan untuk mendapatkan
bahan baku, kompetensi SDM, dan legalitas produk dalam rangka meningkatkan
nilai jual produk. Kemajuan dan daya saing UMKM secara tidak langsung
dipengaruhi oleh dukungan regulatory sehingga Badan POM berkomitmen
untuk mendukung peningkatan daya saing yaitu melalui jaminan keamanan, khasiat/
manfaat, dan mutu Obat dan Makanan melalui dukungan regulatory. Kebijakan
tersebut antara lain dilaksanakan dalam bentuk kebijakan kemudahan berusaha, pendampingan
pelaku UMKM baik secara langsung maupun
melalui para fasilitator/penyuluh Keamanan Pangan untuk terus meningkatkan
kapasitas serta daya saing UMKM pangan, obat tradisional dan kosmetika.
Untuk UMKM di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berdasarkan
data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY, jumlah UMKM di DIY mencapai 248.899 (dua ratus empat puluh
delapan ribu delapan ratus sembilan puluh sembilan) UMKM. BB POM di Yogyakarta
sejalan dengan kebijakan pusat, melakukan beberapa kegiatan pengawasan,
pembinaan dan pendampingan terhadap sarana produksi pangan UMKM untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan, pendampingan dan sertifikasi
pemenuhan Surat Keterangan Penerapan CPMB, fasilitasi bantuan uji UMKM dan
pelayanan prima pendaftaran pangan untuk percepatan pelaku usaha dalam
memperoleh izin edar.
Pada Tahun 2020 BB POM di Yogyakarta
telah menindaklanjuti 138 (seratus tiga puluh delapan) permohonan dari 109
(seratus sembilan) sarana produksi pangan dalam rangka audit untuk
pemenuhan Cara Produksi
Pangan Olahan yang
Baik maupun penambahan kategori
pangan. Dari 109 (seratus
sembilan) sarana tersebut sebanyak
93 (Sembilan puluh tiga) sarana sudah
memenuhi persyaratan CPPOB
dan 40 (empat puluh) sarana diantaranya
merupakan UMKM baru. Adapun
pemenuhan timeline layanan
ini mencapai 99.27
%.
Untuk sertifikasi Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun
2020 BBPOM di
Yogyakarta melakukan kegiatan bimbingan
teknis dan pendampingan terhadap
pelaku usaha obat
tradisional. Pelaku usaha obat tradisional yang sudah bersertifikat
CPOTB bertahap sebanyak 42 (empat puluh dua) UMKM dari
44 (empat puluh empat) UMKM di wilayah
DIY termasuk diantaranya
19 (sembilan belas) UKOT dan 4
(empat) UMOT yang
diperoleh melalui program
percepatan sertifikasi CPOTB
Bertahap bekerjasama dengan
Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional dan Suplemen Kesehatan BPOM melalui program
SIPEMANDU.
Pada masa pandemi COVID-19, Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan di Yogyakarta melakukan kegiatan yang disesuaikan dengan
kebijakan Pemerintah terkait dengan penaggulangan COVID-19. Kegiatan masa
pandemik COVID-19 selain dengan melakukan langkah pro-aktif dengan langkah
jemput bola dengan pemeriksaan terhadap sarana produksi yang akan melakukan
kegiatan produksi, antara lain berupa: bantuan untuk merancang denah bangunan
industri kosmetik disesuaikan dengan kondisi/kemampuan pelaku usaha, namun
tetap sesuai persyaratan CPKB, pendampingan terhadap pemenuhan persyaratan GMP
sarana produksi pangan dan kosmetik, koordinasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tentang data sarana PIRT yang siap naik kelas menuju MD, membuka
pojok konsultasi pada kegiatan pameran yang melibatkan UMKM dan memotivasi UMKM
untuk mendaftarkan produknya.
Untuk mempercepat pelaksanaan
pelayanan publik BBPOM di Yogyakarta pada masa pandemic COVID-19, BB POM di
Yogyakarta memaksimalkan penggunaan inovasi pelayanan publik, yaitu:
a. Aplikasi NEWKULINERKU OKE sebagai layanan tata kelola
pendampingan UMKM kuliner secara digital oleh BBPOM di Yogyakarta yang
berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah.
b. Inovasi BERPENDAR (bersama pendampingan ijin edar),
pendampingan kepada pelaku usaha UMKM yang akan mendaftarkan produknya ke Badan
POM. Kegiatan ini bekerja sama dengan lintas sektor dan akademisi untuk
mempermudah dan meringankan UMKM dalam pemenuhan persyaratan ijin edar.
c. Inovasi Hitung ING, untuk mempermudah pelaku UMKM dalam
menghitung Informasi Nilai Gizi (ING) untuk pangan olahan dengan benar, lebih mudah dan cepat. Aplikasi hitung ING ini sesuai
dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 16 Tahun 2020 tentang
Pencantuman Informasi Nilai Gizi yang Diproduksi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil.
Selain hal tersebut,bentuk tanggung
jawab bersama anatara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, BB POM di Yogyakarta juga terus bekerja sama untuk
bersinergi dengan Pemerintah Daerah melalui pendampingan dan pemberian insentif
yang memberikan kemudahan berusaha bagi UMKM. Upaya ini tentunya juga sangat
sejalan dengan UU Cipta Kerja yang menjadi komitmen Pemerintah untuk
meningkatkan daya saing UMKM melalui mekanisme percepatan perizinan. Penjaminan
keamanan, mutu dan khasiat/manfaat Obat dan Makanan dilakukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya saing bangsa.
Beberapa hal yang perlu dipikirkan oleh
pengambil kebijakan adalah terkait dengan biaya terkait pelayanan publik untuk
pelaku UMKM. Hal ini mengingat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasisi Risiko, Perizinan
Berusaha untuk UMKM termasuk kategori risiko rendah dan menengah rendah yang
legalitas perizinannya berupa NIB atau NIB dan standar berupa pernyataan
mandiri, sehingga lebih ditekankan pada pengawasan post market. Dengan
demikian biaya evaluasi untuk registrasi dapat dipertimbangkan untuk dievaluasi
Kembali. Selain itu terkait biaya sertifikasi untuk UMKM juga dapat
dipertimbangkan kembali atau dapat bekerjasama dengan Kementerian UMKM/Pemerintah
Daerah untuk memfasilitasi biaya evaluasi/sertifikasi. Kebijakan ini dapat
menjadi bentuk dukungan Badan POM untuk UMKM sekaligus dalam rangka
meningkatkan daya saing UMKM.
KESIMPULAN
1.
BB
POM di Yogyakarta telah melakukan inovasi dalam rangka memberikan kemudahan
berusaha bagi pelaku UMKM di Yogyakarta untuk meningkatkan pelayanan publik
agar lebih efektif dan efisien khususnya di masa pandemi COVID-19.
2.
Perlu
deregulasi khususnya terkait dengan biaya evaluasi dan biaya sertifikasi
perizinan berusaha bagi UMKM dengan melakukan revisi PP Nomor 32 Tahun 2017
tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang berlaku di Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
REFERENSI
Keputusan Kepala Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK 01.02.105.05.20.234.5B Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Balai Besar Pom di Yogyakarta Tahun 2020-2024.
Laporan Tahunan 2020 Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta,
Pranita, Ellyvon. 2020. “Umumkan
Awal Maret, Ahli: Virus Corona Masuk Indonesia Dari Januari.” Kompas.
https://www.kompas.com/sains/image/2020/05/11/130600623/diumumkan-awal-maret-ahli--virus-corona-masuk-indonesia-dari-januari?page=1
(February 20, 2021).
WHO. 2020. “Situation Report.” World
Health Organization.
https://www.who.int/docs/default-source/%0Acoronaviruse/situation-reports/20200302-sitrep-42-covid-19.%0Apdf?sfvrsn=224c1add_2.