Waspada
Formalin dalam Pangan
Setiap hari manusia makan baik yang disajikan di rumah maupun di restoran. Setiap tahun, bisa jadi telah makan lebih dari 1000 kali. Makanan merupakan bagian penting bagi kehidupan semua orang. Namun seringkali, banyak yang abai dengan konsumsi makanan yang disantap. Sebagian besar hanya melihat dari sisi penampilan dan rasa, belum sampai kepada manfaat dari konsumsi makanan tersebut. Perlu beberapa persyaratan agar makanan yang masuk ke dalam tubuh bisa dimetabolisme dengan baik tanpa khawatir adanya efek samping. Permasalahan saat ini adalah, masih ditemukan makanan mengandung bahan berbahaya yang sering disalahgunakan antara lain formalin.
Pengunaan
formalin yang salah (misuse)
kerapkali dilakukan dalam mengawetkan pangan walaupun senyawa
ini dilarang untuk digunakan sebagai
pengawet pangan, Berdasarkan data hasil pengawasan pangan beredar, masih
ditemukan produk pangan mengandung formalin. Hal
ini mengindikasikan adanya risiko peredaran yang dapat memberikan dampak
kesehatan yang berbahaya bagi
masyarakat. Peredaran pangan olahan
mengandung bahan tambahan berupa formalin ini tidak dapat dipandang sebelah
mata, mengingat dampak
kesehatan yang ditimbulkan.
Formaldehid merupakan senyawa kimia berbentuk gas atau larutan, dalam perdagangan, tersedia larutan formaldehid 37% dalam air yang dikenal sebagai formalin. Dalam bidang industri formalin digunakan dalam produksi pupuk,bahan fotografi, parfum, kosmetika, pencegahan korosi, perekat kayu lapis, bahan pembersih dan insektisida, zat pewarna, cermin dan kaca. Formalin digunakan pengawet mayat, pengawet di laboratorium, desinfektan, pembasmi serangga, bahan pembuatan pupuk-parfum-kosmetik, perekat untuk produk kayu lapis, dalam jumlah sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen (pembersih rumah tangga, pencuci piring, lilin dan lain-lain).
Pada umumnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya formalin sangat kurang, sehingga bahan formalin untuk industri ini di negara sedang berkembang sering disalahgunakan sebagai pengawet makanan yang dapat membahayakan dan merugikan kesehatan masyarakat. Penyalahgunaan pada pangan biasanya untuk mengawetkan ikan asin dan mie basah,. Dampak penggunaan formalin secara langsung jika dikonsumsi dalam jumlah banyak antara lain adalah luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi. Sedangkan secara kumulatif, jika mengkonsumsi dalam jumlah sedikit tetapi dilakukan selama bertahun-tahun akan menyebabkan sakit kepala, luka pada ginjal, mulut, paru-paru dan otak, serta bersifat karsinogenik atau memicu terjadinya kanker.
Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meminimalisir peredaran pangan mengandung formain ? Perlu penerapan konsep pentahelix yang melibatkan seluruh komponen dalam masyarakat, karena pangan aman tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu instansi namun melibatkan banyak pihak untuk mewujudkannya. Konsep pentahelix adalah keterlibatan antara pelaku usaha, pemerintah, akademisi, media dan masyarakat sebagai konsumen, dimana semua memiliki peran masing-masing yang hendaknya saling bersinergi dan terkolaborasi.
Dari sisi pelaku usaha, sebagaimana umumnya pelaku usaha, keuntungan adalah yang utama ketika mereka menjalankan bisnis, namun keuntungan yang diterima hendaklah dilalui dengan alur kejujuran dan koridor peraturan. Pelaku usaha wajib menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk menghasilkan pangan aman. Dari sisi pemerintah, sebagai motor pengawas keamanan pangan yang beredar, pemerintah telah menyediakan berbagai payung hukum untuk menghilangkan potensi penggunaan bahan berbahaya dalam pangan. Selain peraturan, pemerintah daerah dan pusat bersinergi melakukan pengawasan, pembinaan, dan KIE / komunikasi, informasi dan edukasi baik kepada pelaku usaha maupun masyarakat sebagai konsumen produk pangan.
Dari sisi konsumen, sebagai konsumen yang hidup di negara berkembang, faktor keamanan masih belum menjadi prioritas utama dalam memilih pangan untuk dikonsumsi. Hal ini menyebabkan timbulnya supply terhadap pangan yang tidak aman, tetapi masih saja dicari dan dikonsumsi oleh masyarakat. Konsumen yang cerdas dan berdaya akan menerapkan tindakan preventif misalnya dengan membeli produk terdaftar yang telah terjamin keamanannya, lebih memilih pangan yang secara ”track record” tidak pernah terdeteksi mengandung bahan berbahaya.
Dari sisi
akademisi yang memiliki hak untuk bersinergi dan berpartisipasi. Akademisi merupakan pilar penting dalam
mewujudkan pangan aman. Penciptaan
teknologi baru dan publikasi hasil penelitian untuk memberikan peluang adanya
pengganti formalin yang lebih berdaya guna namun aman dikonsumsi. Terakhir dari sisi media sebagai sarana
untuk memastikan akurasi publikasi keamanan mutu pangan. Media penting untuk menyebarluaskan informasi
sehingga penerapan keamanan pangan dapat mencakup seluruh strata dan menjangkau
di semua pelosok nusantara.
Etty
Rusmawati – BBPOM di Yogyakarta
No comments:
Post a Comment