Yuk Kenali Tentang
Obat
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM:
Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disingkat BPOM adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Obat dan Makanan terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
BPOM menyelenggarakan fungsi utama yaitu:
a) Pengawasan Sebelum Beredar adalah pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
b) Pengawasan Selama Beredar adalah pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.
Menurut UU RI no. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Kategori penggolongan obat diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Penggolongan obat di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.917 Tahun 1993.
Tujuan dari penggolongan obat tersebut adalah untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan, juga memudahkan pengamanan ketika obat didistribusikan.
Obat dapat menimbulkan efek samping apabila dikonsumsi sembarangan tanpa melihat dosis serta aturan pemakaian. Golongan obat yang dimaksud pada Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 adalah: obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotik, obat keras, psikotropika dan narkotika.
1) Obat Bebas (OB) Obat bebas adalah obat yang penggunaannya terbukti tidak menimbulkan resiko berbahaya sehingga bisa dibeli tanpa resep dokter. Obat ini dapat digunakan dalam menangani penyakit simptomatis ringan (minor illness) yang bisa dilakukan secara mandiri (swamedikasi) oleh masyarakat luas. Misalnya: paracetamol, ibuprofen, suplemen vitamin, OBH, antasida DOEN, dll.
2) Obat Bebas Terbatas (OBT) Nama lain dari OBT adalah obat daftar W (W: Waarschuwing = peringatan/waspada). Artinya obat ini termasuk ke dalam obat keras namun tetap dapat dibeli tanpa resep dokter. Yang perlu diingat adalah, penggunaan obat W atau OBT harus tetap memperhatikan informasi obat.
Obat Bebas Terbatas terdapat tanda peringatan berupa simbol P1 – P6. Obat ini hanya dijual pada apotek berijin serta toko obat berijin.
Penanda OBT/obat W: lingkaran biru dengan garis tepi hitam dan kotak peringatan warna hitam berisi pemberitahuan warna putih.
Walau relatif aman, namun OBT harus dikonsumsi sesuai aturan pakainya. Misalnya adalah antihistamin (CTM, difenhidramin, dimenhidrinat), bromheksin, antiemetik (antimo), mebendazol, klorokuin, obat tetes mata untuk iritasi dll.
tanda peringatan pada kemasan jenis OBT berupa kotak kecil warna hitam dengan tulisan berwarna putih,
P1 : Awas! Obat keras! Baca aturan pakainya. Contoh: Antimo, Decolgen, Vicks Formula 44 DT
P2 : Awas! Obat keras! Hanya untuk kumur. Jangan ditelan.
P3 : Awas! Obat keras! Hanya untuk bagian luar badan., Neo ultrasiline
P4 : Awas! Obat keras! Hanya untuk dibakar.
P5 : Awas! Obat keras! Tidak boleh ditelan.
P6 : Awas! Obat keras! Obat wasir, tidak ditelan.
Walau jenis OB dan OBT beredar bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter, namun apabila sakit yang dirasakan masih berlanjut dan tidak berkurang maka penderita tetap disarankan mendatangi pihak medis untuk pengobatan lebih lanjut. Karenanya pada kemasan OB dan OBT selalu ada tulisan peringatan “Apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” yang diatur dalam (SK MenKes RI No.386 tahun1994).
3) Obat Keras atau obat daftar G (Gevaarlijk yang maknanya berbahaya) harus dengan resep dokter dan dibeli di apotek serta rumah sakit. Obat daftar G ini termasuk diantaranya adalah jenis psikotropika.
Ada pengecualian obat keras yang bisa dibeli tanpa resep dokter yakni jenis Obat Wajib Apotek (OWA) misalnya obat ranitidin, antasid, salbutamol, linestrenol, basitrasin krim, dll. Tentang OWA ini, daftar obatnya terdapat dalam peraturan tentang OWA 1, 2 dan 3 yang diatur pada UU Obat Keras
Penandaan obat keras adalah berupa lingkaran berwarna merah dengan garis tepi hitam dan huruf K besar menyentuh garis tepi. Terdapat tulisan “Harus Dengan Resep Dokter di kemasannya”.
4) Obat Golongan Psikotropika
Psikotropika pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 adalah zat atau obat alamiah/sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
obat jenis psikotropika dibagi menjadi:
Golongan I untuk tujuan ilmu pengetahuan (penelitian) serta tidak untuk pemakaian terapi. Jenis golongan I berpotensi memicu ketergantungan.
Golongan II untuk pengobatan dan penggunaan dalam terapi serta penelitian, namun berpotensi besar memicu ketergantungan.
Golongan III jjenis yang berkhasiat pengobatan dan dipakai untuk terapi serta penelitian (ilmu pengetahuan) namun punya potensi sedang untuk memicu ketergantungan.
Golongan IV dapat dipakai dalam pengobatan, sangat luas digunakan dalam terapi serta ilmu pengetahuan, serta potensi ketergantungannya sangat kecil.
Penanda sama seperti penanda obat keras: lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dan huruf K besar yang menyentuh garis tepi.
5) Obat narkotika.
Pada UU Narkotika No 3 Tahun 2015 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
4. Apa yang dimaksud Obat yang Tidak Memenuhi Standar atau persyaratan keamanan, khasiat dan mutu?
Jawab :
Obat yang Tidak Memenuhi Standar atau persyaratan keamanan, khasiat dan mutu, adalah obat yang tidak memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Pengujian obat yang dilakukan minimal meliputi pemerian, identifikasi, penetapan kadar, disolusi (tablet dan kapsul).
Jawab :
Menurut UU RI no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Praktik kefarmasian termasuk menyimpan, mengedarkan obat keras harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan dan memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA), pelaksanaannya bisa dibantu Apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian yang bekerja di fasilitas distribusi (Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Farmasi Pemerintah) atau fasilitas pelayanan kefarmasian (Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik) yang sudah mempunyai ijin dari instansi berwenang. Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Farmasi Pemerintah berhak menyalurkan obat ke fasilitas pelayanan kefarmasian, sedangkan fasilitas pelayanan kefarmasian berhak menyerahkan obat ke pasien berdasarkan resep dokter.
6. Ada obat-obatan yang beredar dan dikemas dalam plastik tanpa ijin edar contohnya pil kecetit. Apakah seseorang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk mengemas obat dapat melakukan pengemasan dan apakah pengaruhnya terhadap Obat yang dikemas?
Pengemasan obat di industri farmasi merupakan izin yang diberikan untuk industri obat dengan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Tujuan penerapan CPOB adalah untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengemasan ulang hanya diperbolehkan dilakukan tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, klinik.
Pengemasan ulang dalam rangka penyerahan obat di sarana pelayanan kefarmasian dilakukan dengan menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian agar bisa dijamin keamanan, mutu, khasiat dan kemanfaatan obat.
Kontraindikasi adalah suatu kondisi, penyakit, atau kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dianjurkan mengonsumsi obat tertentu. Misalnya demam atau nyeri ringan dapat diredakan dengan ibuprofen sesuai indikasi obat, tetapi kontraindikasi untuk penyakit asma. Artinya penyakit asma tidak disarankan minum ibuprofen karena bisa memicu kekambuhan.
Indikasi adalah istilah penggunaan obat yang disetujui. Indikasi menentukan kondisi apa saja yang dapat diatasi dengan obat tersebut/manfaat penggunaan obat tersebut.
Diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan terutama obat yang dijual bebas.
Interaksi obat adalah perubahan efek obat ketika dikonsumsi bersamaan dengan obat lain atau dengan makanan dan minuman tertentu.
Interaksi obat dapat menyebabkan obat menjadi kurang efektif, meningkatkan reaksi kandungan obat, atau menyebabkan efek samping yang tidak terduga.
Interaksi obat dengan obat menyebabkan berkurangnya kemampuan obat menyembuhkan penyakit atau meningkatkan risiko munculnya efek samping obat. Misalnya minum 2 jenis obat yang menyebabkan rasa kantuk, maka akan cenderung mengalami rasa kantuk 2 kali lipat.
Misalnya mengonsumsi suplemen zat besi bersamaan dengan teh bisa menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh.
Misalnya punya penyakit lever, mijnum obat yang diproses di hati seperti parasetamol, sehingga risiko keracunan obat akan meningkat
Sebenarnya interaksi obat tidak semua berkonotasi berbahaya karena sifat interaksi bisa bersifat sinergis dan antagonis. Bisa meningkatkan atau mengurangi efek obat lain. Interaksi obat juga ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan.
‘interaksi obat yang bisa dihindari dengan mengatur pemberian obat, menyesuaikan dosis, ata dihindari dengan mengganti obat lain.
Membaca etiket obat. Misalnya aturan pakai untuk keputihan bentuk ovula dan wasir bentuk supositoria bukan untuk diminum tetapi langsung dimasukkan ke alat kelamin atau dubur.
Cek KLIK
Kemasan
Label
Ijin Edar
kadaluarsa
No comments:
Post a Comment