INFORMASI OBAT DAN MAKANAN

menu

Tuesday, 17 March 2020

Perlukah Pengawet Pangan?


Pangan olahan yang beredar di masyarakat terdiri dari berbagai jenis, ada yang dikemas dengan atau tanpa label, ada yang dijual secara curah, ada yang berbentuk siap saji dan bisa langsung dimakan.   Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan adanya upaya-upaya kreatif dari para pelaku usaha, beberapa pangan yang diproduksi ditambah dengan pengawet untuk memperpanjang umur simpan dengan tujuan meminimalisir risiko retur dan meningkatkan profit.


Menurut Peraturan Kepala Badan POM Nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), definisi pengawet adalah Bahan Tambahan Pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisma.  Suatu produk pangan akan memiliki umur simpan yang lebih panjang, dengan upaya mencegah atau menghambat kerusakan.   
Apakah pengawet dalam pangan yang beredar aman bagi tubuh manusia? Pertanyaan ini tidak dapat serta merta dijawab iya atau tidak.   Beberapa kriteria untuk menetapkan bahwa pengawet aman digunakan  berdasarkan peraturan Kepala Badan POM no 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan yaitu :
1.  Tidak menggunakan pengawet untuk non pangan seperti formalin, karena formalin merupakan bahan berbahaya dan dilarang digunakan dalam pangan.
2.    Menggunakan pengawet karena benar-benar diperlukan secara teknologi.
3.  Nama pengawet telah terdaftar dalam Perka Badan POM.  Pengawet yang belum terdaftar wajib didaftarkan terlebih dahulu di Direktorat Standarisasi Produk Pangan Badan POM, untuk dilakukan pengkajian terhadap efek samping atau risiko kesehatan.
4.    Peruntukan pengawet telah sesuai dengan jenis produk pangan, karena tiap pengawet memiliki sifat spesifik sesuai dengan bahan kimia penyusunnya, dan kemungkinan akan bereaksi dalam salah satu tahapan proses produksi.
5.    Penggunaan berada di bawah batas maksimum yang diperbolehkan berdasarkan Perka Badan.  Ambang batas maksimal telah ditetapkan dengan mempertimbangkan potensi risiko terhadap kesehatan manusia 

Seiring dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka pelaku usaha dituntut untuk bisa memilih dan menetapkan pengawet yang sesuai, apabila dalam proses produksi memutuskan untuk menggunakan pengawet.  Pelaku usaha yang seharusnya bertanggungjawab, apabila ada kesalahan dalam memilih pengawet yang digunakan, atau penggunaan pengawet yang melebihi ambang batas.  Berdasarkan UU Pangan no 8 tahun 2012 pasal 136 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan bahan tambahan pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan atau bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak 10 milyar.  

Namun realitas di lapangan ternyata tidak semua, sejalan dengan peraturan yang berlaku, beberapa pelaku usaha “nakal” masih menyalahgunakan formalin sebagai pengawet yang mudah, murah dan efektifitasnya tinggi.   Beberapa lainnya menggunakan pengawet yang melebihi ambang batas maksimal yang telah ditetapkan, atau menggunakan pengawet yang tidak sesuai peruntukkannya.  Hasil sampling dan pengujian BBPOM di Yogyakarta menunjukkan bahwa penggunakan pengawet melebihi batas, masih ditemukan terutama di produk Industri Rumah Tangga dan sebagian kecil Industri Pangan, sedangkan pengawet yang tidak sesuai dengan peruntukkannya ditemukan di pangan siap saji dan sebagian produk Industri Rumah Tangga. Misalnya bakpia dan roti manis yang seharusnya memakai pengawet propionat tetapi menggunakan pengawet benzoat, yangko dan bakso yang seharusnya memakai pengawet sorbat tetapi menggunakan pengawet benzoat.
Peruntukan yang salah ibaratnya melakukan perbuatan yang sia-sia, biaya produksi meningkat untuk membeli pengawet, tetapi tidak ber-efek memperpanjang umur simpan produk, bahkan kemungkinan berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan. 

Seperti halnya BTP yang lain, pengawet diharapkan hanya digunakan pada produk pangan jika benar-benar diperlukan secara teknologi.   Tidak semua produk pangan memerlukan pengawet, pangan siap saji yang memang habis dikonsumsi dalam waktu 1-3 hari atau pangan yang tidak memerlukan alur distribusi yang panjang, seharusnya tidak perlu ditambahkan pengawet.  Hal ini yang belum dipahami secara benar oleh sebagian pelaku usaha, sehingga kondisi “benar-benar diperlukan secara teknologi” bukan sebagai bahan pertimbangan penggunaan pengawet, tetapi lebih ke arah peningkatan keuntungan .

Tiada henti BBPOM di Yogyakarta melakukan sosialisasi dan penyuluhan baik kepada pelaku usaha atau masyarakat umum untuk bijak dalam menggunakan BTP terutama pengawet.  Pengawet boleh, tetapi ada banyak pertimbangan untuk menetapkan apakah memang digunakan sebagai suatu kebutuhan atau digunakan hanya sebagai keuntungan.  Pada akhirnya konsumenlah yang harus cerdas memilih produk yang benar-benar sesuai kebutuhan, tidak berlebih dan mengedepankan pangan yang tanpa pengawet.

ETTY  RUSMAWATI
BBPOM  DI YOGYAKARTA

No comments:

Post a Comment