Physical distancing
merupakan istilah yang secara resmi dikeluarkan oleh WHO pada tanggal 20 Maret
2020, dalam rangka penanganan pandemi virus corona atau COVID – 19. Physical
distancing bisa diartikan dengan menjaga jarak fisik 1 - 3 meter, sebagai upaya untuk menghentikan
atau meredam penyebaran penyakit yang disebabkan oleh corona virus.
Lalu apakah bedanya dengan social distancing ? Sebelumnya organisasi kesehatan dunia atau WHO mengeluarkan himbauan untuk
melakukan social distancing yang
sebetulnya bertujuan sama yaitu menjaga jarak, namun di beberapa tempat
diartikan pembatasan diri yang berlebihan, atau memutus kontak secara
sosial. Istilah ini kemudian diganti
agar tidak menimbulkan salah pengertian, menjadi physical distancing atau pembatasan
secara fisik namun secara sosial masih bisa terus berhubungan, jarak yang
dikedepankan adalah jarak fisik, bukan jarak sosial.
Mengapa physical distancing saat ini menjadi
sesuatu yang harus dilakukan. Hal ini
sesuai dengan sifat dari Corona Virus yang sangat mudah menyebar dan menular
jika terjadi kontak langsung antar manusia, dan kontak antara manusia dengan
benda yang telah tertempel virus.
Pembatasan jarak agar tidak saling kontak fisik, akan mengurangi risiko orang tertular virus, karena belum tentu
orang sehat itu tidak terinfeksi virus.
Orang dengan imunitas yang tinggi bisa sebagai carrier atau pembawa virus, dia sendiri sehat namun di luar
tubuhnya terdapat virus yang bisa menular dengan cepat melalui kontak langsung
dengan orang lain. Istilah yang sering
didengar adalah OTG atau orang tanpa gejala.
Keuntungan physical distancing tentu saja akan
mengurangi dan mengendalikan penyebaran virus karena kontak fisik antar manusia
dibatasi. Namun tiap keuntungan pasti
ada kendalanya, beberapa kendala yang terjadi dalam penerapan physical distancing adalah masyarakat Indonesia sudah terbiasa hidup bersosialisasi dan penuh
gotong royong. Tingkat kesadaran dan
budaya masyarakat Indonesia tidak sama dengan rakyat negara lain. Latar belakang
budaya Indonesia yang kuat membuat penerapan jaga jarak sulit diterapkan. Apalagi budaya Jawa yang kental dengan sikap
pekewuh, membuat mereka tetap menghadiri kegiatan berkelompok. Selain itu yang paling berdampak adalah adanya
pemenuhan kebutuhan hidup dimana tidak semua orang menerima gaji atau bisa
mendapatkan biaya hidup hanya dari rumah saja, sehingga masih banyak orang
keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lantas bagaimana
sikap kita terhadap himbauan physical
distancing ini? Tentu saja sebagai warga negara yang
baik, harus mematuhi himbauan ini karena peran masyarakat adalah kunci penting
untuk menghapus pandemi corona virus.
Selain jaga jarak fisik juga tidak keluar rumah jika tidak dalam kondisi
yang sangat penting, menghindari kegiatan berkelompok, selalu menjaga
kebersihan diri dengan rajin cuci tangan memakai sabun karena corona akan mati
jika terkena sabun, dan yang terpenting menjaga daya tahan tubuh agar selalu
tetap sehat.
Harapan selanjutnya
adalah masyarakat bisa sabar dan ikhlas dalam menghadapi pandemi Covid 19,
mengikuti semua anjuran pemerintah dan selalu berdoa menurut keyakinan
masing-masing agar wabah ini dapat segera menghilang dari bumi Indonesia
tercinta, sehingga aktifitas dapat berjalan lagi seperti biasa.
Etty Rusmawati – BBPOM di
Yogyakarta
No comments:
Post a Comment